Pendidikan kecakapan hidup, atau yang biasa disebut life skills, mulai populer dalam khasanah pendidikan luar sekolah (PLS ) atau pendidikan non formal (PNF) pada awal tahun 2000-an. Kepopuleran pendidikan kecakapan menjadi demikian excessive terutama semenjak life skills digunakan sebagai salah satu varian Program pendidikan non formal di bawah koordinasi Ditjen PNF Depdiknas. Untuk menggalakkan penyelenggaraan program life skills itu, kantor Ditjen PLS meluncurkan block grant dan voucer penyelenggaraan pendidikan life skills bagi berbagai satuan penyelenggara pendidikan non formal yang salah satunya adalah lembaga SKB ( Sanggar Kegiatan Belajar ) ditingkat kabupaten/kota.
Meskipun telah disadari bahwa secara teoritik dan konseptual pendidikan life skills mencakup pengertian pendidikan yang sangat luas, namun dalam praktek di masyarakat, pendidikan life skills telah tereduksi menjadi sekedar pendidikan ketrampilan vokasional atau kejuruan untuk maksud-maksud memperoleh penghasilan atau diarahkan bisa berusaha secara mandiri. Dengan reduksi makna yang demikian “dangkal” maka tidak mengherankan jika program pendidikan life skills yang banyak dipraktekkan di lapangan adalah pendidikan keterampilan vokasional, yang diharapka mampu sesegera mungkin bisa digunakan oleh peserta didik untuk mencari penghasilan.
Pemaknaan dan positioning pendidikan life skills yang seperti ini tidaklah keliru, mengingat memang masalah ekonomi untuk pemerolehan penghasilan (income generating) inilah yang menjadi masalah mendesak bagi warga belajar pendidikan luar sekolah (PLS), khususnya pada khalayak sasaran masyarakat kelas bawah, kaum yang terpinggirkan, dan para penganggur.
Pendidikan life skills adalah salah satu varian PLS yang bersifat siap terap dan siap petik hasil. Dalam khasanah kajian keilmuan PLS, salah satu ciri program PLS adalah quick yielding (cepat menghasilkan atau cepat dapat dipanen), seperti halnya terjadi pada kursus potong rambut, kursus menjahit, kursus memasak kue; yang dengan hasil belajar tersebut peserta didik bisa segera bekerja sesuai dengan pengalaman belajar yang didapat selama mengikuti program, pendidikan yang secara instant mampu menghasilkan ketrampilan sebagai bekal untuk bekerja sehingga peserta didik dapat memperoleh penghasilan dari hasil kerjanya.
Program life skill memang dirancang dengan pendidikan yang singkat, kemudian langsung bisa bekerja, dan sesegera itu pula peserta didik dapat memperoleh penghasilan dari hasil belajarnya. Namun yang perlu disadari bahwa pendidikan kecakapan hidup tidaklah sekedar pendidikan yang bersifat "langsung bekerja dan dapat duit" seperti itu. Ditjen PLSP (2003) merumuskan bahwa secara teoritis pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup secara mandiri.
Mampu hidup mandiri tidak saja dimaknai dari aspek ekonomi semata, melainkan juga perlu dimaknai secara politis, sosial, psikologis, hukum, dan moral. Oleh karena itu cakupan isi pendidikan life skills harus terdiri terdiri atas kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) atau kecakapan hidup pribadi (personal skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan berpikir (thinking skill), kecakapan academies (academic skill), dan kecakapan kejuruan (vocational skill), sebagaimana konsepsi WHO.
Pada dasarnya pendidikan life skills bertujuan mengembangkan potensi peserta didik sehingga yang bersangkutan bisa mandiri menolong dirinya sendiri (tidak bergantung pada orang lain), mampu bersikap secara tepat dalam berbagai situasi lingkungan, mampu berpikir logis dan formal, mampu berperan penuh dalam sistem sosial kemasyarakatan, serta mampu terus berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan strategis yang melingkupinya.
Segenap cakupan isi teoritik pendidikan life skills itu suatu saat dahulu pernah disebut sebagai bagian dari "pendidikan dasar" (basic education). Pendidikan dasar adalah pendidikan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan seseorang sehingga mampu hidup secara layak dan terus berkembang sebagai sosok pribadi dan sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan secara transenden sebagai makluk Tuhan yang beriman dan bertakwa. Berdasarkan makna yang demikian maka isi pendidikan dasar adalah: kemampuan berbicara dan berkomunikasi (verbal and communication skills), kemampuan berhitung dan matematika (mathematical and number skills), dan kemampuan ketrampilan hidup (coping or life-skills). Di dalam coping or life-skills masih terdapat sub-sub kemampuan.
Adapun sub-sub kemampuan ketrampilan hidup (coping or life-skills) itu terdiri atas kemampuan manajemen domestik kerumahtanggaan (domistic management), pengetahuan tentang pemerintahan dan pelayanan sosial (governmental and social service), pengetahuan tentang dunia kerja dan pekerjaan (work related knowledge), kemampuan tentang kesehatan, gizi dan kehidupan berkeluarga (health and family relationship), dan pengetahuan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (community and citizenship related knowledge).
Penguasaan ketrampilan vokasional saja belum cukup untuk mampu menghadirkan sosok manusia yang mandiri. Selanjutnya yang bersangkutan masih perlu dikembangkan dan mengembangkan diri lagi sehingga mencapai derajad standar isi pendidikan dasar yang sesuai dengan konteks di mana dan sebagai apa dia hidup. Pendidikan kecakapan hidup harus ditindak lanjuti dan dikembangkan menuju terpenuhinya derajad pendidikan dasar, dan lebih dikembangkan lagi sebagai program pendidikan berkelanjutan menuju pewujudan manusia Indonesia seutuhnya. Pembentukan manusia utuh mensyaratkan sosok pribadi sebagai belajar sepanjang hayat.
Untuk mendukung tercapainya manusia seutuhnya. Cropley (1977:49) mengidentifikasi ciri-ciri manusia yang menjadi pelajar sepanjang hayat adalah: (1) sadar bahwa dirinya harus belajar sepanjang hayat, (2) memiliki pandangan bahwa belajar hal-hal yang baru merupakan cara logis untuk mengatasi masalah, (3) bersemangat tinggi untuk belajar pada semua level, (4) menyambut baik perubahan, dan (5) percaya bahwa tantangan sepanjang hayatnya adalah peluang untuk belajar hal baru. Dalam kaitan ini para penyelenggara pendidikan life skills perlu sekali memahami hal-hal seperti itu, sehingga strategi pembelajarannya akan ditujukan untuk mencapai hal tersebut, disamping tujuan khusus setiap program vokasional.
Bank Dunia menghimbau pemerintah di seluruh dunia agar mengupayakan tercapainya universal basic education dan melengkapinya berupa peluang-peluang untuk life-long learning bagi warga negaranya (World Bank, 1998, Vol. 9 No. 3). Meskipun secara formal Indonesia menganut pendidikan sepanjang hayat, namun secara operasional bagaimana para perencana dan pelaksana pendidikan ikut membentuk sikap pelajar sepanjang hayat rasanya belum ada (adanya masih sebatas pada materi yang disampaikan lewat diklat dan rapat-rapat).
Oleh sebab itu penjabaran tentang cara-cara membentuk pelajar sepanjang hayat masih perlu dilakukan baik di sekolah, pada pendidikan non formal, maupun dalam keluarga.
Uraian di atas penting untuk diketahui oleh para perancang, penyelenggara, dan tutor pendidikan life skills agar sejak dini dapat mengantisipasi kemungkinan pengembangan program life skills sebagai pintu masuk bagi pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar dan pengembangan program pendidikan berkelanjutan.
Perancangan pendidikan life skills adalah bagian awal dari upaya darurat pewujudan manusia Indonesia seutuhnya melalui fasilitasi belajar sepanjang hayat versi pendidikan luar sekolah. Pendidikan life skills tidak sekedar mengajari peserta didik untuk mencari makan sesaat seperti ayam yang sedang berceker, melainkan perlu berkembang sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar, sukur-sukur bisa berkembang lagi sebagai program pendidikan berkelanjutan yang mengedepankan pada kebutuhan khalayak yang menjadi sasaran program sebagai upaya nyata pengentasan kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan yang tampaknya semakin tahun semakin panjang barisannya, dengan konsep dan penyelenggaraan yang matang dan benar diharapkan program life skill mampu memutus mata rantai kemiskinan yang selama ini selalu berkesinambungan. Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kami sadar masih banyak sekali kekurangan dalam pengeloaan blog ini, karena itu saran dan komentar sangat kami perlukan demi pengembangan blog ini selanjutnya. dan kami ucapkan beribu terima kasih bagi yang singgah dan meninggalkan komentar..