Enam orang itu tergabung dalam kelompok yang disebut Mawar. Lima orang duduk menyimak dengan antusias terhadap seorang yang berdiri. Bukan hanya menyimak malahan namun seolah terpesona lebih seperti memuja seakan muncul dewa.
sesekali mereka berguman bersahutan, tertawa bersama bahkan mbakyu Parti melelehkan air mata. Entah tangis keharuan atau penyesalan terhadap nasib diri.
Itulah kesan pada hari pertama kelompok keaksaraan "mawar" beraktifitas. kelompok tadi adalah kelompok belajar membaca untuk penuntasan buta aksara. lima orang sebagai warga belajar. Mbakyu Parti yang mudah terharu itu, lalu Pakdhe Karwo yang bersuara lantang namun polos. ada lek Kusrin yang sok pandai, dua tersisa adalah bersaudara yaitu lek Surat dan adiknya Sriti. seorang yang dianggap dewa adalah sang tutor yang ditunjuk dari Diknas Pendidikan Nasional Blora. mereka memanggilnya dengan sebutan Bu Rini.
" Tak ada kata terlambat untuk belajar," berulang kali Bu Rini memberi suntikan motivasi.
" Gak iso moco, sing penting ngerti duwit kan gak popo, Bu.. " timpal pakdhe Karwo dengan suara gelegarnya.
tak pelak sahutan itu bergayung dengan tawa lepas segenap anggota kelompok belajar tersebut.
Dengan sabar sang tutor menanggapi timpalan tersebut. panjang lebar beliau menggaris dasari pentingnya bisa membaca. bahkan beliau menyitir ayat suci tepatnya Al- Iqro. Bacalah.. bacalah..bacalah, demikian malaikat mengajak Nabi kita pertama kali.
Waktu berjalan meski awalnya tersendat oleh kelambatan daya ingat peserta didik namun karena tekat yang besar lambat laun peserta didik mulai bisa membaca meski masih terbata..
" Ba.. ba... bapak be...be.. beli be...be... bebek,"
Lek Kusrin tampil gemilang melantunkan lafal " Bapak Beli Bebek"
" Endi... wong Bapakmu wis mati ngono kok..." (mana, bapakmu kan sudah meninggal). Lek Surat menyahut.
" Ha...Ha....Ha....!" tawa Pakdhe Karwo lepas....
" Ki...ki.. kita ja...jangan gu...gu.. guyon saja,"
ujar Mbakyu Parti yang kadang gagap termakan rasa haru birunya..
Itulah suasana kelompok belajar KF (Keaksaraan Fungsional) "Mawar" di desa Mbelik, yang merupakan salah satu dari sekian kelompok program penuntasan buta aksara yang diadakan oleh Disdiknas Blora.
Ketika dunia makin hiruk pikuk dengan internet dengan kemajuan teknologi yang begitu pesatnya, menjauh di sebuah desa di Blora mereka gaduh belajar membaca.
Usia tua mereka tak halangi untuk maju dan terus belajar.
Untunglah Dinas Pendidikan Nasional Blora, dalam hal ini Pendidikan Non Formal menaruh empati dan simpati yang tinggi terhadap masalah Keaksaraan Fungsional.
Kalau tidak, mungkin selama hidup Pakdhe Karwo hanya tahu uang tahu tanpa tahu arti tulisan pada uang kertas.
Suara eja gagap mereka jika didengar dengan nurani bagai suara bacaan ayat suci di pagi yang hening..
sesekali mereka berguman bersahutan, tertawa bersama bahkan mbakyu Parti melelehkan air mata. Entah tangis keharuan atau penyesalan terhadap nasib diri.
Itulah kesan pada hari pertama kelompok keaksaraan "mawar" beraktifitas. kelompok tadi adalah kelompok belajar membaca untuk penuntasan buta aksara. lima orang sebagai warga belajar. Mbakyu Parti yang mudah terharu itu, lalu Pakdhe Karwo yang bersuara lantang namun polos. ada lek Kusrin yang sok pandai, dua tersisa adalah bersaudara yaitu lek Surat dan adiknya Sriti. seorang yang dianggap dewa adalah sang tutor yang ditunjuk dari Diknas Pendidikan Nasional Blora. mereka memanggilnya dengan sebutan Bu Rini.
" Tak ada kata terlambat untuk belajar," berulang kali Bu Rini memberi suntikan motivasi.
" Gak iso moco, sing penting ngerti duwit kan gak popo, Bu.. " timpal pakdhe Karwo dengan suara gelegarnya.
tak pelak sahutan itu bergayung dengan tawa lepas segenap anggota kelompok belajar tersebut.
Dengan sabar sang tutor menanggapi timpalan tersebut. panjang lebar beliau menggaris dasari pentingnya bisa membaca. bahkan beliau menyitir ayat suci tepatnya Al- Iqro. Bacalah.. bacalah..bacalah, demikian malaikat mengajak Nabi kita pertama kali.
Waktu berjalan meski awalnya tersendat oleh kelambatan daya ingat peserta didik namun karena tekat yang besar lambat laun peserta didik mulai bisa membaca meski masih terbata..
" Ba.. ba... bapak be...be.. beli be...be... bebek,"
Lek Kusrin tampil gemilang melantunkan lafal " Bapak Beli Bebek"
" Endi... wong Bapakmu wis mati ngono kok..." (mana, bapakmu kan sudah meninggal). Lek Surat menyahut.
" Ha...Ha....Ha....!" tawa Pakdhe Karwo lepas....
" Ki...ki.. kita ja...jangan gu...gu.. guyon saja,"
ujar Mbakyu Parti yang kadang gagap termakan rasa haru birunya..
Itulah suasana kelompok belajar KF (Keaksaraan Fungsional) "Mawar" di desa Mbelik, yang merupakan salah satu dari sekian kelompok program penuntasan buta aksara yang diadakan oleh Disdiknas Blora.
Ketika dunia makin hiruk pikuk dengan internet dengan kemajuan teknologi yang begitu pesatnya, menjauh di sebuah desa di Blora mereka gaduh belajar membaca.
Usia tua mereka tak halangi untuk maju dan terus belajar.
Untunglah Dinas Pendidikan Nasional Blora, dalam hal ini Pendidikan Non Formal menaruh empati dan simpati yang tinggi terhadap masalah Keaksaraan Fungsional.
Kalau tidak, mungkin selama hidup Pakdhe Karwo hanya tahu uang tahu tanpa tahu arti tulisan pada uang kertas.
Suara eja gagap mereka jika didengar dengan nurani bagai suara bacaan ayat suci di pagi yang hening..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kami sadar masih banyak sekali kekurangan dalam pengeloaan blog ini, karena itu saran dan komentar sangat kami perlukan demi pengembangan blog ini selanjutnya. dan kami ucapkan beribu terima kasih bagi yang singgah dan meninggalkan komentar..