Welcome to my blog..... Thank's to visit...! Jangan lupa? tinggalkan komentar anda...

Minggu, 06 Juni 2010

PEMBERANTASAN BUTA AKSARA MELALUI KKN TEMATIK BAGAIMANA HASILNYA?

UNESCO mendefinisikan buta aksara adalah mereka yang tidak dapat membaca, dan menulis secara sederhana untuk keperluan sehari-hari. Definisi ini merupakan hal standar yang diakui secara internasional. Sehingga pada laporan tahun 2006 disebutkan bahwa penduduk dunia usia 15 tahun ke atas yang buta aksara 771 juta jiwa.
Di Indonesia sendiri jumlah penduduk yang buta aksara lebih dari 12 juta. Dari total jumlah tersebut 68,5% adalah perempuan.
Beberapa factor penyebab buta aksara adalah masih banyaknya anak usia 7 – 12 tahun yang tidak memperoleh kesempatan pendidikan dasar terutama di luar jawa dan daerah terisolir atau sulit dijangkau. Kemudian juga banyaknya jumlah siswa yang putus SD kelas I sampai kelas III. Serta belum memadainya sarana membaca dan menulis bagi aksarawan baru sehingga kembali menjadi buta aksara.
Pemerintah sebenarnya sudah banyak berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Baik yang berkaitan dengan peningkatan alokasi anggaran untuk penuntasan maupun menerapkan berbagai macam strategi. Strategi-strategi baru itu dilakukan pemerintah dalam rangka mempercepat pemberantasan buta aksara.
Salah satu strategi baru adalah menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, organisasi social keagamaan, kemasyarakatan serta organisasi profesi. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas sampai Dinas Pendidikan Kab/Kota sudah memahami adanya kerjasama tersebut dan dituangkan dengan MOU dengan masing-masing lembaga yang dipercaya.
Salah satu lembaga yang diajak kerjasama adalah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta dalam belum Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik. Mengapa mahasiswa KKN dilibatkan dalam program ini? Ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan antara lain: (pertama) para mahasiswa dapat dijadikan sebagai tutor yang telah mempunyai bekal kemampuan akademis dan usia yang masih muda sehingga mempunyai idealisme yang tinggi dalam rangka pencapaian tugas yang akan dibebankan. (kedua) mahasiswa akan lebih intens bertemu dengan warga belajar karena berada dilingkungan warga belajar. (ketiga) dengan pendekatan ini diharapkan waktu untuk pemberantasan akan empat kali lebih cepat disbanding dengan yang ditangani oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota dan organisasi lain.(keempat) adanya sebuah fakta bahwa nilai mahasiswa di mata masyarakat masih sangat tinggi sehingga diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini juga meningkat.

Kendala
Melihat optimisme berbagai kalangan terhadap keberhasilan mahasiswa memang sangat wajar mengingat berbagai kelebihan yang dimiliki para mahasiswa. Namun demikian harapan yang terlalu besar tanpa melihat realitas di lapangan justru akan menjadi beban yang yang sangat berat bagi para mahasiswa itu sendiri, karena setelah terjun ke lapangan tidak sedikit kendala yang harus dihadapi oleh para mahasiswa peserta KKN tematik.

Pengalaman penulis sebagai pelaku pendidikan nonformal khususnya program pemberantasan buta huruf dapat memberikan gambaran bagaimana kesulitan yang dihadapi oleh para mahasiswa. Berdasarkan penuturan beberapa mahasiswa baik yang secara langsung berdiskusi dengan penulis maupun pembicaraan mahasiswa dengan rekan-rekannya yang dapat penulis rekam ternyata apa yang terjadi di lapangan banyak kendala yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut ada beberapa kendala yang dapat penulis analisis antara lai: Pertama, jumlah jam pertemuan sangat jauh dari harapan ideal. Mengingat berdasarkan ketentuan bahwa melek aksara tingkat dasar (basic literacy) jumlah jam yang harus ditempuh adalah 144 jam dalam waktu 6 bulan penyelenggaraan. Hal tersebut berarti satu minggu rata-rata pembelajaran 6 jam. Dengan demikian kalau satu pertemuan 2 jam berarti dalam satu minggu harus 3 kali pertemuan. Dalam relaitas di lapangan dengan waktu KKN yang 45 hari dianggap saja hari efektifnya 36 hari. Kalau diasumsikan 36 hari berarti tiap hari harus pembelajaran 4 jam. Pertanyaannya apakah mungkin warga belajar yang notabene berasal dari masyarakat kurang mampu, mereka dapat menyediakan waktu luang untuk belajar selama 4 jam perhari? Dengan warga belajar yang berlatar belakang demikian itu maka banyak kegiatan sepanjang hari yang menyita waktu mereka untuk bekerja dan bekerja mencari nafkah. Karena yang pelaksanaan konvensional saja dengan waktu 6 bulan banyak warga belajar yang tidak aktif untuk ikut pembelajaran.
Kedua, yang tidak kalah pentingnya dalam kebehasilan program adalah kemampuan tutor. Untuk dapat menjadi tutor bagi warga belajar program ini tidak hanya sekedar menyampaikan materi saja, tapi diharapkan tutor dapat berperan sebagai motivator, fasilitator sekaligus menjadi teman. Dengan warga belajar usia dewasa informasi yang diberikan harus dua arah jangan sampai timbul kesan ada pemisah. Di samping itu kendala bahasa antara tutor dengan warga belajar juga merupakan kendala yang sangat serius. Tidak sedikit mahasiswa yang tidak dapat berbahasa Jawa begitu pula sebaliknya sebagian besar warga belajar juga buta akan bahasa Indonesia, sehingga yang terjadi di lapangan adalah komunikasi yang terputus. Pada sisi lain masalah tutor adalah penguasaan materi dan bahan ajar yang ada disekitar yang belum dipahami oleh para mahasiswa hal tersebut dikarenakan waktu sosialisasi dan pelatihan bagi mahasiswa yang terlalu sedikit. Ketiga, koordinasi merupakan bagian yang tidak dapat pisahkan dalam program yang melibatkan lintas sektoral dan berbagai macam organisasi. Karena selama ini koordinasi hanya dipahami sekedar pemberitahuan atau pertemuan tanpa dilanjutkan dalam bentuk implementasi setelah itu. Dengan kendala jarak yang jauh antara masing-masing perguruan tinggi dengan Dinas Pendidikan dan calon tempat KKN justru yang terjadi adalah kesan adanya rebutan sasaran antara KKN dengan penyelenggara yang sudah berjalan. Keempat, data merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan program pemberantasan aksara. Namun justru yang terjadi di lapangan data merupakan hal yang sangat sulit diperoleh berdasarkan data dasar (base data) karena selama ini meskipun data sudah by name by address namun itu hanya berdasarkan sasaran yang digarap saja sedang data dasar secara keseluruhan dari wilayah itu yang buta huruf belum ada. Dengan demikian antara pemahaman perguruan tinggi dengan keadaan yang ada di Dinas Pendidikan justru berbeda. Perguruan tinggi berasumsi bahwa data yang ada di Kabupaten merupakan data dasar sehingga yang menjadi tanggungjawabnya adalah dalam proses pembelajaran. Sedangkan di masing-masing kabupaten untuk memperoleh data dasar seperti penulis sampaikan di atas sangat sulit dan membutuhkan waktu serta dana yang tidak sedikit. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pengalaman BPS untuk memperoleh data yang sifatnya sensus saja memerlukan tenaga yang terlatih. Apalagi data itu kalau by name by address berapa besar tenaga dan biaya yang dibutuhkan. Sehingga yang disodorkan adalah data yang mungkin sudah digarap oleh penyelenggara yang lebih dahulu.

Solusi
Mengingat KKN tematik merupakan kebijakan nasional maka setelah program ini selesai perlu diadakan evaluasi secara menyeluruh dan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi. Apabila KKN tematik ini merupakan sarana yang efektif untuk pemberantasan buta huruf pada tingkatan selanjutnya maka menurut penulis ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain:
Untuk memperoleh data dasar yang menyeluruh dengan by name by address Departemen Pendidikan harus berkoordinasi dengan BPS pada saat sensus. Agar dalam pelaksanaan sensus unsur-unsur pendidikan juga dapat di gali datanya sampai masing-masing warga negara diketahui pendidikan yang diperolehnya. Kalau langkah itu tidak dapat dilakukan mengingat pengalaman BPS yang sifatnya sensus atau pendataan kawasan kemudian dilakukan prediksi-prediksi tertentu maka alternative berikutnya adalah memanfaatkan para mahasiswa yang KKN itu untuk melakukan pendataan secara keseluruhan dengan by name by address dengan tingkat pendidikannya. Sehingga hasilnya dapat digunakan oleh Dinas Pendidikan untuk semua program tidak hanya keaksaraan tapi juga wajar dikdas dan program pendidikan anak usia dini serta program lainnya. Dengan demikian penulis sangat yakin apabila kedua cara tadi diterapkan pemberantasan buta huruf akan berhasil dengan baik, sehingga tahun 2015 sepertinya kesepakatan Dakkar akan terwujud. Atau juga pencanangan bahwa tahun 2008 bangsa Indonesia tingkat niraksara tinggal 5% akan tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kami sadar masih banyak sekali kekurangan dalam pengeloaan blog ini, karena itu saran dan komentar sangat kami perlukan demi pengembangan blog ini selanjutnya. dan kami ucapkan beribu terima kasih bagi yang singgah dan meninggalkan komentar..