Welcome to my blog..... Thank's to visit...! Jangan lupa? tinggalkan komentar anda...

Minggu, 06 Juni 2010

MENGANGKAT BUDAYA LOKAL SEBAGAI TEMA DALAM BAHAN AJAR TEMATIK BAGI WARGA BELAJAR PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN BLORA

Program Keaksaraan Fungsional merupakan bentuk pelayanan Pendidikan Luar Sekolah yang bertujuan untuk membelajarkan warga masyarakat penyandang buta aksara agar memiliki kemampuan mambaca, menulis, berhitung dan menganalisis yang berorientasi pada kehidupan sehari – hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya sehingga warga belajar dan masyarakat dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Sebagai program yang diunggulkan untuk mensukseskan gerakan tuntas buta aksara sacara nasional maka dalam pelaksanaannya program keaksaraan fungsional perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan optimal agar memiliki manfaat dan berdampak secara luas dalam mempercepat pemberantasan buta aksara dan pada gilirannya nanti dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat.
Adalah suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik dalam bidang kesehatan, gizi maupun ekonomi. Disamping faktor kemiskinan baik struktural dan absolut maupun kemiskinan kesadaran masyarakat serta masalah ekonomi, penyebab buta aksara dapat diidentifikasi antara lain, pertama: putus sekolah dasar, kedua : Demografis dan geografis, ketiga: aspek sosiologis. Ditinjau dari aspek sosiologis sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa harkat dan martabat seseorang akan meningkat jika memiliki ijazah yang diperoleh dari jalur pendidikan formal (persekolahan) dengan orientasi untuk dapat bekerja di perusahaan, menjadi pegawai maupun bekerja di sektor formal. Pada sisi lain program pemberantasan buta aksara yang diintegrasikan dengan berbagai pendidikan ketrampilan, tidak memberikan ijazah seperti yang diharapkan sehingga kurang diminati oleh masyarakat.
Selain itu, penyebab warga masyarakat buta aksara adalah karena mereka hidup dalam keluarga yang berpendidikan rendah dan miskin sehingga tidak mampu untuk membiayai pendidikannya. Sementara pada sisi lain tidak ada kepedulian orang – orang terdidik di sekitarnya untuk mendidik mereka. Faktor lain yang kurang diperhatikan menjadi penyebab buta aksara adalah DO dari program–program pendidikan luar sekolah baik melalui program keaksaraan maupun kesetaraan. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi dari dalam diri warga belajar serta tidak dirasakannya manfaat yang segera dapat digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Pendidikan ketrampilan tidak akan menarik minat mayarakat miskin apabila mereka tidakmerasakan langsung manfaatnya untuk kehidupan mereka.
Secara garis besar penduduk buta aksara dapat dikelompokkan menjadi tiga menurut penyebabnya, Pertama ; penduduk yang buta aksara karena tidak pernah memperolah kesempatan pendidikan sama sekali, mereka ini kebanyakan anak usia sekolah maupun orang dewasa yang belum memperoleh kesempatan pendidikan sama sekali, Kedua; penduduk yang buta aksara karena putus sekolah pada kelas-kelas awal sekolah dasar atau yang setara dengan itu, Ketiga; penduduk yang buta aksara kembali, kelompok ini terdiri dari anak-anak yang pernah sekolah dan kemudian putus sekolah dan orang dewasa yang pernah mempunyai kemampuan keaksaraan namun kemudian tidak mempunyai kesempatan menggunakan keaksaraannya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa sasaran dari program keaksaraan fungsional sebagian besar adalah warga masyarakat usia dewasa. Untuk memulai dan melaksanakan pembelajaran di kelompok belajar orang dewasa tidak mudah bagi tutor untuk menerapkan dan mengembangkan metode belajar apabila kita belum berpengalaman membelajarkan peserta didik yang berusia dewasa. Seringkali tutor mengalami kesulitan untuk memulai pembelajaran. Hal mendasar yang menjadi permasalahan adalah kadang – kadang para tutor mengalami kesulitan dalam memilih dan menentukan tema dan bahan ajar yang cocok dan sesuai dengan kondisi warga belajar ddalam proses pembelajaran di kelompok belajar.
Tema pembelajaran yang disajikan tutor dlam proses pembelajaran program keaksaraan fungsiona tidak dapat serta merta ditentukan oleh tutor sendiri, tetapi harus melalui proses penggalian minat dan kebutuhan, pengalaman, pemilihan dan keputusan bersama di dalam kelompok belajar yang bersangkutan. Dalam kenyataannya, selama ini dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional materi yang diberikan kepada warga belajar ditentukan sendiri oleh tutor dengan menggunakan metode belajar yang tidak variatif. Warga belajar hanya diajarkan bagaimana membaca, menulis dan berhitung dengan cara mencontoh apa yang ditulis di papan tulis oleh tutor. Hal ini mengakibatkan warga belajar mengalami kejenuhan yang pada akhirnya nanti akan mengakibatkan banyaknya warga belajar yang tidak tuntas dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena iti, tutor haruslah kreatif dalam menggunakan metode belajar serta materi bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Tutor harus berusaha untuk mencari dan menemukan tema-tema belajar yang dapat menarik minat belajar para warga belajar.Upaya tutor dalam mencari, menemukan, memilih dan menetapkan tema – tema belajar yang dilakukan dalam proses pembelajaran inilah yang kemudian dikenal dengan bahan ajar tematik. Sedangkan penyusunan bahan ajar adalah suatu upaya untuk merumuskan atau merancang materi dan alat yang akan disajikan dlam proses pembelajaran berdasarkan tema – tema yang telah ditetapkan.
Dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional dengan menggunakan pendekatan partisipatif, pemilihan tema tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling terkait dengan bahan ajar. Oleh karena itu kedua hal ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional. Pemilihan tema dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan partisipatif dapat dimulai ketika tutor berhadapan dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Tutor harus memahami dengan baik karakteristik , minat dan kebutuhan belajar dari setiap peserta didik. Setiap peserta didik memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda dengan peserta didik yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat pula dari lingkungan tempat peserta didik tinggal, seperti desa, kota, daerah pantai, pegunungan, daerah terpencil dan lain – lain. Selain itu, budaya lokal yang berkembang di masyarakat juga sangat mempengaruhi minat dan kebutuhan belajar dari peserta didik.
Perumusan tema dan bahan ajar memiliki tujuan agar proses pembelajaran memperoleh hasil belajar yang maksimal bagi para warga belajar. Pemilihan tema dan bahan ajar sebaiknya dilakukan secara fleksibel dan memperhatikan tiga faktor, yaitu: (1) minat dan kebutuhan warga belajar, (2) potensi dan karakteristik lingkungan, (3) situasi belajar saat itu. Dengan demikian, penentuan tema adalah hal yang sangat penting karena dapat memberikan arah belajar yang tepat sesuai dengan keinginan warga belajar serta dapat menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dalam hal ini tutor harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan potensi lingkungan sosial budaya maupun lingkungan alam hayati, non hayati dan buatan.
Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai tema dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional yang bersumber dari potensi lingkungan di mana kelompok belajar keaksaraan tersebut berada. Salah satu sumber tema yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran adalah budaya lokal yang berkembang di lingkungan kelompok belajar. Masyarakat akan merasa tertarik apabila diajak membicarakan tentang budaya yang berkembang di lingkunganya. Budaya lokal adalah budaya atau kebiasaan yang berkembang dan diyakini keberadaanya oleh sekelompok masyarakat di suatu wilayah. Kondisi geografis dan pola pikir masyarakat sangat mempengaruhi budaya lokal yang berkembang di suatu wilayah. Hal – hal yang termasuk dalam konteks budaya lokal antara lain upacara adat, kesenian, sejarah terbentuknya sebuah wilayah atau babat.
Di Kabupaten Blora banyak sekali budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber tema yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar keaksaraan. Budaya – budaya lokal yang berkembang pesat di masyarakat di Kabupaten Blora antara lain:
1. Upacara gas deso.
Upacara ini dilakukan oleh semua warga masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Blora. Masing – masing desa kadang memiliki sebutan yang yang berbeda. Ada juga yang menyebut upacara ini dengan istilah manganan. Banyak hal yang dapat digali dari upacara gas deso atau manganan untuk dijadikan sebagai sumber tema, yaitu hari pelaksanaan, jenis makanan yang harus disajikan, kesenian yang ditampilkan, dimana upaca dilaksanakan.
2. Sejarah wilayah atau babat
Sejarah wilayah atau babat adalah cerita turun temurun yang diyakini kebenarannya oleh sekelompok masyarakat tentang terbentuknya suatu wilayah / desa. Hal ini berkaitan erat dengan seorang tokoh yang sangat berperan dalam terbentuknya suatu wilayah / desa. Babat merupakan cerita menarik yang masih sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat.

3. Upacara kelahiran
Upacara ini masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Blora. Prosesnya dimulai ketika bayi masih dalam kandungan ( upacara tingkepan ) sampai bayi lahir ( upacara puputan, selapanan, bayi telu, bayi pitu ).

4. Kesenian barongan
Kesenian ini berkembang dengan baik di Kabupaten Blora. Dalam acara apapun kesenian ini masih sering ditampilkan mulai dari kirab hari jadi kabupaten Blora, acara khitanan, ulang tahun, perayaan kemerdekaan dan lain – lain. Hal yang dapat digali dari kesenian barongan sebagai sumber tema sangat banyak sekali. Mulai dari sejarahnya sampai pada pelakunya.
Hal – hal yang dikemukakan di atas merupakan sumber tema untuk bahan ajar yang tidak akan ada habisnya digali oleh para tutor keaksaraan. Yang perlu diperhatikan disini adalah kreatifitas tutor untuk menemukan tema yang cocok dengan kondisi kelompok belajar. Oleh sebab itu, tutor perlu mengenal dengan baik kebiasaan masyarakat yang ada di sekitar kelompok belajar. Tutor harus mengunjungi atau mengenal tempat – tempat dimana orang sering berdiskusi secara terbuka mengenai masalah – masalah masyarakat. Tutor dapat menggunakan diskusi informal dengan tokoh masyarakat untuk mengetahui tema hangat yang dapat dikembangkan di dalam kelompok belajar. Oleh sebab itu, tutor harus mengenal dan mendengar dengan baik tentang hal – hal yang berkembang di masyarakat dan sudah menjadi budaya bagi mereka dan juga memahami apa yang mereka anggap penting di lingkunganya. Dalam program keaksaraan fungsional, yang terpenting adalah pemilihan tema dalam pembelajaran. Sebaiknya tutor memilih tema hangat dan fungsional agar peserta didik memiliki kesan yang mendalam dan termotivasi dalam belajar.

3 komentar:

  1. Ayo2...teman2 tutor keaksaraan tingkatkan kreatifitas

    BalasHapus
  2. ayo.. kita sebagai pendidik harus memberi contoh ..di depan....

    BalasHapus

kami sadar masih banyak sekali kekurangan dalam pengeloaan blog ini, karena itu saran dan komentar sangat kami perlukan demi pengembangan blog ini selanjutnya. dan kami ucapkan beribu terima kasih bagi yang singgah dan meninggalkan komentar..