Welcome to my blog..... Thank's to visit...! Jangan lupa? tinggalkan komentar anda...

Rabu, 13 Oktober 2010

PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA BERWAWASAN GENDER MELALUI KETRAMPILAN MENJAHIT DI DS. SAMBONGREJO KEC. TUNJUNGAN OLEH UPTD SKB BLORA

Satu lagi program pendidikan yang diselenggarakan oleh UPTD SKB Blora dalam rangka program pemberdayaan masyarakat yang kali ini diselenggarakan di Desa Sambongrejo Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora. 

Program Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG) mempunyai pengertian yaitu :
  1. Pendidikan keluarga berwawasan gender (PKBG) adalah upaya penyadaran keluarga dalam memahami hak, kewajiban dan peran laki-laki dan perempuan sehingga terwujud keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga.
  2. Di dalam pelaksanaannya PKBG diintegrasikan melalui pendidikan kecakapan hidup untuk keluarga sehingga keadilan dan kesetaraan gender di dalam keluarga didukung oleh kesejahteraan kehidupan keluarga.
  3. Program pendidikan keluarga berwawasan gender (PKBG) adalah upaya pemerintah yang diberikan kepada lembaga untuk menyelenggarakan penguatan terhadap kualitas kehidupan keluarga yang adil dan setara, baik bagi perempuan maupun laki-laki. 
Sasaran Program ini adalah keluarga (laki-laki dan perempuan ) dengan kriteria :
  1. Keluarga miskin, di pedesaan maupun di perkotaan.
  2. Keluarga yang memiliki kerawanan sosial termasuk didalamnya rawan ketidakadilan gender.
  3. Keluarga yang memiliki anak usia sekolah.
  4. Jumlah keluarga sasaran untuk setiap kelompok adalah 20 keluarga.
Sedangkan Tujuan dari PKBG ini adalah :

1. Memperluas akses penyelenggaraan Program Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender untuk :
  • Meningkatkan kesadaran saling menghormati perbedaan dalam keberagaman dan berlatih menyelesaikan persolan melalui dialog dan musyawarah.
  • Meningkatkan pemahaman HAM, hak anak, dan hak perempuan, serta alternatif pemecahan masalah pelanggaran HAM.
  • Menanamkan wawasan, kesadaran, dan perilaku adil dan setara gender dalam pengasuhan anak di keluarga dan masyarakat.
  • Meningkatkan dan penguatan kesejahteraan keluarga melalui pemberian kecakapan hidup.
  • Meningkatkan kualitas pengelolaan ekonomi keluarga yang mendukung terwujudnya keberlanjutan pendidikan anak-anak, baik anak perempuan maupun laki-laki.
2. Meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas kehidupan keluarga.
1.

Hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan PKBG ini antara lain :
  1. Meningkatkan kesadaran salaing menghormati perbedaan dalam keberagaman dan berlatih menyelesaikan persoalan melalui dialog dan musyawarah.
  2. Terbangunnya pemahaman HAM, hak anak, dan hak perempuan sebagai bekal menghindari bentuk-bentuk diskriminasi dan tindakan kekerasan dalam keluarga dan masyarakat.
  3. Terwujudnya kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
  4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga melalui penguasaan kecakapan hidup.
  5. Terwujudnya tabungan pendidikan dalam keluarga untuk mendukung keberlanjutan pendidikan anak.
  6. Meningkatkan kualitas hidup keluarga sehingga menyumbang peningkatan indeks pembangunan manusia Indonesia. 
Program PKBG atau Program Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender yang dilaksanakan oleh UPTD SKB Blora selama 7 hari di desa Sambongrejo Kecamatan Tunjungan diikuti oleh 20 keluarga, dibuka oleh Kepala UPTD SKB Blora yakni Beliaunya Bpk. Drs. Sarjono yang juga banyak sekali memberikan pengarahan mengenai pengertian dari gender itu sendiri dan penjelasan juga mengenai beberapa hal yang berhubungan dari konsep gender ini yaitu pemahaman tentang HAM dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang sangat mengharapkan dengan diselenggrarakannya PKBG ini warga masyarakat khususnya peserta PKBG ini lebih bisa mengaplikasikan hasil dari pembelajaran PKBG dalam kehidupan sehari-hari sehingga bisa lebih tercipta sebuah keluarga yang harmonis dan adil.
Selain warga masyarakat bisa lebih memahami PKBG ini juga diberikan sebuah ketrampilan menjahit dari SKB Blora sebagai kecakapan hidup untuk pemberdayaan masyarakat yang kegiatan ketrampilan Menjahit ini dilaksakan di lokasi SKB Blora.
Tampak wajah-wajah cerah dari para peserta PKBG karena banyak sekali hal bermanfaat bisa diambil dari kegiatan ini, bahkan setelah penutupan PKBG ini, SKB Blora juga memberikan bantuan berupa 2 buah alat mesin jahit dan 1 buah mesin obras yang memang diharap bisa lebih dimanfaatkan oleh peserta PKBG kedepannya.



1.
2.
3.

5.
a.
b.
c.
d.

3.

Minggu, 26 September 2010

KETRAMPILAN SETEL PELEK UNTUK WARGA PAKET B SKB BLORA


Satu lagi ketrampilan atau life skill buat warga belajar Paket B atau setara dengan SMP..
Ketrampilan setel pelek merupakan salah satu ketrampilan yang kami coba berikan kepada anak-anak warga paket B dengan harapan bisa dijadikan modal hidup nantinya setelah lulus dari Paket B sebagai salah satu alternatif mata pencaharian.

Setel pelek merupakan ketrampilan yang sangat sederhana dan mudah dipelajari atau dikuasai bagi siapapun yang mau belajar, alat-alat yang dibutuhkannyapun sangat sederhana dan bisa dibuat sendiri.
Dengan berbagai alasan itu kami sebagai tutor Paket B memilih ketrampilan tersebut sebagai salah satu life skill yang harus dimiliki oleh warga paket B SKB Blora. 

Nampak antusias sekali warga belajar Paket B mencoba mempraktekkan ilmu yang telah diajarkan yakni tentang cara mengayam ruji-ruji sepeda tersebut dan cara penyetelan pelek pada sebuah alat yang  memang kami buat sendiri.
Harapan kami dengan ketrampilan yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi warga belajar dan nantinya bisa dipraktekkan di kehidupan nyata sebagai alternatif membuka usaha kecil-kecilan untuk mencari pencaharian.
Dengan melihat kondisi masyarakat Blora yang masih banyak sekali sepeda onthel sebagai alat transportasi sangat membuka peluang usaha ini, apalagi dengan masih sedikitnya bengkel sepeda terutama di desa-desa.
Harapan kami paling tidak ketrampilan ini bisa digunakan sebagai salah satu keahlian dari warga belajar untuk memperbaiki sepedanya sendiri ataupun bermanfaat bagi keluarganya.
Semoga warga paket B SKB Blora yang memang sebagian besar adalah dari keluarga dari tidak mampu dengan ketrampilan-ketrampilan yang diberikan dari SKB Blora bisa bermanfaat dan bisa dijadikan modal untuk menatap hari esok yang lebih baik dan lebih cerah.. AMIEN.. 

Selasa, 21 September 2010

SELEKSI TURNAMEN BOLA VOLY ANTAR WARGA BELAJAR PAKET C SE KORWIL PATI DI SKB BLORA



Kemarin tepatnya hari Senin tanggal 20 September 2010 atau awal masuk kegiatan Belajar Mengajar setelah sekian lamanya liburan Hari Raya Idul Fitri, di SKB Blora menjadi tempat diadakannya seleksi turnamen bola voly antar Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) / Warga Belajar Paket C se Korwil Pati yang dihadiri oleh 5 kabupaten yaitu, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Blora sendiri.
Kegiatan Seleksi ini merupakan tindak lanjut dari Penyelenggaraan Open turnamen Bola Voly Antar Sanggar Kelompok Belajar / SKB / Warga Belajar pada pendidikan nonformal tingkat Jawa Tengah Tahun 2010 besok pada tanggal 25 s/d 27 September 2010 di Semarang yang diselenggarakan oleh Persatuan Pecinta Olahraga (Papor) "Patriot" yang beralamatkan di Jl. Mr. Kosbiyono Tjondrowibowo No. 79 Patemon Gunung Pati Semarang dalam rangka Peringatan Hari Olahraga Nasional.

Tujuan dari diselenggarakannya Open Turnamen Blola Voli Antar Warga Belajar Paket C ini adalah :
  1. Memberikan wahana berkompetisi dan bersilaturahmi bagi warga belajar se Jawa Tengah.
  2. Meningkatkan kebugaran Warga Belajar melalui Olahraga.
  3. Meningkatkan prestasi olahraga bagi warga belajar, dengan harapan ke depannya nanti dapat meningkatkan prestasi Olahraga Jawa Tengah.
  4. Mendukung Program Bapak Gubernur, yakni Bali Ndeso Mbangun Deso.
  5. Mendukung program Kemenpora dalam rangka HAORNAS ( Hari Olahraga Nasional ) tahun 2010
Sedangkan seleksi awal Turnamen Bola Voli Antar Warga Belajar Paket C yang diselenggarakan di SKB Blora ini adalah untuk mencari 3 tim Bola Voli yang akan mewakili se Korwil Pati yang nantinya maju di Tingkat Jawa Tengah ( tanggal 25 September 2010 ).
Nampak semua tim dari SKB masing-masing kabupaten menampilkan permainan yang terbaik untuk mencoba menjadi yang terbaik dan bisa mengangkat nama SKBnya masing-masing.
Alhamdulillah Warga Belajar Paket C SKB Blora mampu menjadi salah satu tim yang maju mewakili  Korwil Pati untuk tingkat Jawa Tengah besok tanggal 25 September 2010.
Semoga kedepannya dengan diselenggarakannya Turnamen Bola Voli ini semakin meningkatkan semangat warga belajar Paket C SKB Blora khususnya untuk semakin maju berkarya dan berprestasi..

Minggu, 19 September 2010

PERAN RADIO SKB FM DI SKB BLORAKU..

Yach... Sebuah Radio yang walaupun baru sekitar sebulan mengudara namun sudah begitu nampak pengaruhnya bagi SKB Bloraku.. radio SKB Fm yang dengan misi awal adalah sebagai sarana sosialisasi mengenai program-program yang ada di SKB Blora ternyata sangat efektif dan mampu memikat hati para pendengar SKB Fm. Sehingga dengan informasi-informasinya yang diberikan disela-sela siaran radio mengenai keberadaan SKB Blora dan segala program-program yang berkaitan dengan dunia pendidikan nonformal di kawasan Blora begitu memberikan pengaruh yang luar biasa, diantaranya yaitu semakin dikenalnya SKB atau Sanggar Kegiatan Belajar Blora dalam hal ini yang merupakan sebuah lembaga pendidikan nonformal di Blora.
Selain itu dengan berusaha memanfaatkan peran dari keberadaan Radio SKB Fm ini semaksimal mungkin, kami sebagai tim pengelola dari SKB Fm mencoba memberikan yang terbaik bagi semua dengan moto SKB Fm, yakni Kreatif, Mandiri, dan Selalu ada untuk Anda.. ternyata banyak sekali hal positif yang bisa didapat dari keberadaan Radio ini antara lain yaitu :
  1. Mampu menjadi sebuah sarana dalam pengembangan potensi atau bakat dari tutor-tutor SKB Blora maupun dari warga belajar Paket B dan Paket C dalam hal ini mengembangkan potensinya di dunia broadcasting yaitu belajar menjadi penyiar radio.
  2. Mampu menjadi sebuah wadah komunikasi antara warga masyarakat Blora dengan lembaga pendidikan nonformal dalam hal ini SKB Blora.yaitu dengan diberikannya sebuah acara radio SKB Fm yakni Sanggar Obrolan Warung Kopi. dimana sanggar warung kopi adalah sebuah acara di radio SKB Fm yang mencoba memberikan kesempatan dan menampilkan kreatifitas anak-anak muda dalam bermain musik seadanya dan dibuat live conser yang diadakan setiap malam minggu di studio SKB Fm, dan disela-sela tampilan musik yang dimainkan diisi dengan obrolan warung kopi membahas isu-isu yang sedang berkembang di Blora.
  3. Mampu memberikan pendidikan akhlak, pengetahuan juga ilmu mengenai ketrampilan-ketrampilan yang diberikan dalam acara / Sanggar informasi yang mana dalam acara ini penuh dengan informasi dan ketrampilan (life skill) misalnya Tips Tata Boga, Tips Tata Rias, Tips Menjahit, Tips Kesehatan yang diisi oleh tutor-tutor yang berkompeten di masing-masing ketrampilan tersebut.
  4. Dengan adanya Sanggar Petuah Mbah Joyo yang diisi oleh Bpk. Drs. Sarjono selaku Kepala UPTD SKB BLORA diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai petuah-petuah orang Jawa dulu dan dikupas oleh Mbah Joyo secara apik dan disesuaikan dengan kondisi jaman saat ini sehingga mampu menarik hati para pendengar dan mampu lebih mudah dipahami oleh pendengar SKB FM.
Dari hasil pantauan yang kami lakukan selama ini ternyata sungguh diluar biasa respon dari masyarakat Blora, ternyata SKB Fm sudah begitu dikenalnya dan telah menjadi pilihan para pendengar warga setia SKB Fm untuk menjadi salah satu hiburan dengan musik dan juga banyak berisi informasi-informasi yang bermanfaat bagi warga setia SKB Fm.. (96.9 MHz).
Walaupun baru sekitar sebulan mengudara dan walaupun dengan segala keterbatasan kami selaku pengelola SKB Fm yaitu seperti tidak adanya satupun dari kami yang mempunyai basic (dasar ilmu) di dunia broadcasting sehingga penyiarnyapun masih baru tahap belajar, kami juga sadar dengan alat transmitter pemancar SKB Fm saat ini belum bisa menjangkau jauh jadi sementara hanya menjangkau sekitar Blora Kota dan hasil suaranyapun tidak bisa menandingi siaran radio swasta lainnya namun kami begitu berbangga hati karena telah mendapat respon dan atensi dari pendengar (warga setia SKB Fm) yang begitu luar biasa yang telah memberikan banyak saran, kritikan dan masukan kepada SKB FM.
Semoga SKB Fm kedepannya lebih baik lagi dan bisa menjangkau lebih luas lagi dan..
Semoga SKB Fm makin Jaya dan Sukses selalu... 
Amiien..


TELAH MENGUDARA RADIO SKB FM DI SKB BLORA...


SKB Blora sekarang punya radio fm...
Yach... sejak awal puasa ramadhan ini, radio di SKB Blora dengan nama SKB FM telah mengudara...
Radio komunitas bidang pendidikan nonformal sebagai sarana sosialisasi mengenai program-program yang ada di SKB Blora baru mengudara di frekuensi 96,9 MHz.
Sebagaimana yang dijelaskan Bapak Drs.Sarjono selaku Kepala UPTD SKB Blora diharapkan dengan berdirinya SKB FM ini akan menambah wawasan warga setia (sebagai julukan dari pendengar setia SKB FM) di kawasan Blora mengenai informasi-informasi terbaru di Blora dan tentunya masyarakat Blora akan lebih mengenal adanya SKB Blora.
Menurut Bpk Nuril Huda sebagai penanggungjawab SKB FM juga mengharapkan dengan adanya sebuah radio di SKB Blora, tim pengelola SKB FM mampu memanfaatkan peran radio ini dengan sebaik-baiknya menjadi sebuah wadah ataupun sarana dalam pengembangan diri dari para tutor SKB Blora ataupun warga paket B maupun Warga Paket C yang ada di SKB Blora untuk mengembangkan bakat di dunia Broadcasting sebagai penyiar radio.
Memang untuk tahap awal ini kemampuan transmitter pemancarnya belum bisa menjangkau kawasan yang jauh atau sementara hanya bisa dinikmati oleh pendengar di Blora Kota dan sekitarnya saja, namun kami sebagai tim pengelola dari Radio SKB FM mencoba memberikan yang terbaik dengan acara-acara yang dikemas sebaik mungkin dengan informasi-informasinya yang bisa bermanfaat bagi semua pendengar SKB Fm, seperti misalnya Sanggar (sebutan acara di radio SKB Fm) informasi yakni Sanggar Bogaria, Sanggar Rias SKB Blora, Sanggar Sehat SKB Blora, Sanggar Warung kopi yang semuanya memberikan informasi-informasi dan tips-tips mengenai kesehatan dan berbagai ketrampilan life skill. 
Semoga dengan berdirinya SKB Fm ini, Skb Blora sebagai lembaga Pendidikan Nonformal di Blora semakin dikenal dan dihati masyarakat Blora. 
dan Semoga SKB Fm semakin SUKSES dan JAYA SELALU.. AMIENN..
SKB FM...
KREATIF..
MANDIRI..
DAN SELALU ADA UNTUK ANDA... 
 


Kamis, 22 Juli 2010

MOS.. MASA ORIENTASI SISWA PAKET B MANDIRI BLORA..


MOS atau Masa Orientasi Siswa merupakan hal yang dilaksanakan untuk setiap proses penerimaan siswa baru.. sebuah kegiatan yang bertujuan dalam pengenalan tentang hal-hal mengenai sekolah dan segala fasilitas ataupun program-program yang akan mereka (siswa baru) dapatkan nantinya.. 
Paket B Mandiri SKB BLORA menyelenggarakan MOS di minggu pertama masuk yakni tepatnya dari tanggal 12 - 17 Juli 2010.
Dalam MOS ini diharapkan para siswa baru bisa mengenal ataupun lebih memahami tentang Paket B Mandiri di SKB Blora.. dengan mengenal lebih dalam diharapkan siswa baru akan lebih mencintai Sekolah mereka dan mampu mengikat batin mereka terhadap SKB blora dengan rasa bangganya.. sehingga menghidupkan perasaan memiliki menjaga dan berperan aktif untuk kemajuan Paket B Mandiri.
Tampak begitu riang dan bersemangat saat mereka berlatih baris berbaris di dampingi oleh kakak kelas mereka.
Dihari pertama mereka yang masih terlihat canggung, minder dan tampak menyendiri, di hari-hari berikutnya tampak mereka mulai terlihat kebersamaannya untuk setiap jadwal MOS ini.. mereka begitu bergembira dan seolah telah menjadi satu keluarga besar SKB Blora.. 
Sebuah alasan klasik yang memang rata-rata dari siswa baru adalah di Paket B memberikan pendidikan gratis dengan segala fasilitas yang diberikan sebagai modal kecakapan hidup mampu memberikan sebuah perasaan yang senasib seperjuangan dan memberikan semangat mereka untuk lebih sungguh sungguh dalam menimba ilmu di SKB Mandiri ini..

Selasa, 20 Juli 2010

PENDAFTARAN PAKET C DI SKB BLORA MEMBLUDAK...


Hingga saat ini SKB Blora telah menerima pendaftaran murid baru untuk Paket C sebanyak 90 siswa.. dan untuk Paket B atau setingkat SMP sebanyak 60 siswa..
Dengan melihat kenyataan yang ada ternyata SKB Blora membuktikan peran sertanya di bidang dunia Pendidikan diimbangi pula dengan semakin meningkatnya kepercayaan stake holder dalam hal ini masyarakat menengah kebawah sebagai sasaran program kesetaraan.. 
Ternyata respon dari masyarakat mengenai keberadaan SKB Blora dengan segala fasilitas dan program-programnya yang selalu memihak masyarakat kecil sangat baik dan memperoleh kepercayaan yang tinggi dibuktikan dengan data siswa baru yang mendaftar di SKB Blora ternyata semuanya adalah anak usia sekolah atau murni dari lulusan sekolah tahun ini (fress graduated).. 
bisa dibayangkan belum lagi dengan adanya pendaftar-pendaftar dari usia non produktif  atau tidak usia sekolah yang terus berdatangan membuktikan bahwa SKB Blora telah mendapatkan kepercayaan di masyarakat untuk menjadi lembaga pendidikan yang bermutu dan tak kalah dengan sekolah-sekolah formal lainnya sebagai pilihannya.
hal ini tidak lain adalah karena peran serta para pendidik di SKB Blora yang selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi warga belajarnya dan terus Prima dalam memberikan pelayanan tanpa membedakan sebagai slogannya. 
Yach... memang SKB Blora telah berkembang begitu pesat dengan segala fasilitas yang ada dan berbagai program-programnya yang selalu berpihak pada masyarakat kecil. Telah mampu memberikan berbagai program skill tepat guna sebagai contoh tata rias, menjahit, Tata Boga, komputer dan berbagai program-program lainnya. 
Semoga SKB Blora akan selalu bisa menjaga kepercayaan masyarakat ini dan akan selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sebagaimana slogannya PRIMA DALAM PELAYANAN TANPA MEMBEDAKAN.. 
Teruslah maju SKB Blora... 

Senin, 12 Juli 2010

REKREASI PAKET B DI MAEROKOCO..


Pagi itu sekitar jam 5, hari Kamis tepatnya tanggal 8 Juli 2010 tampak wajah wajah gembira anak-anakku paket B SKB Mandiri Blora yang memang mau berangkat rekreasi di semarang.. yach kali ini SKB Blora memberikan paket karyawisata gratis buat warga belajar paket B kelas IX sebagai kenang-kenangan terakhir setelah mereka menuntaskan Kejar Paket B di SKB Mandiri Blora... 
Untuk karyawisata kali ini mempunyai tujuan Semarang yaitu pada 3 lokasi tepatnya Bandungan, Taman Maerokoco dan PRPP yang kebetulan sedang ada Jateng Fair..
walaupun agak lama perjalanan dari Blora menuju ke lokasi pertama yaitu Bandungan yang terletak paling ujung selatan Semarang, tampak mereka sangat bersemangat sekali walaupun memang ada juga beberapa anak yang teler karena mabuk perjalanan, tampak yang lain memanfaatkan perjalanan ini dengan berkaraoke yang memang dalam bisnya dikasih fasilitas untuk itu..   
Yach... memang rata-rata anak didik dari SKB Mandiri ini anak desa yang kurang mampu dan mungkin jarang bepergian jauh.. tampak mereka menikmati sekali rekreasi ini.. ada yang bermain-main dengan permainan yang memang ada di lokasi wisata, ada juga yang cuma melihat-lihat pemandangan sambil duduk-duduk menikmati makanan bontotannya (bekal dari rumah).. 
setelah cukup puas di lokasi wisata bandungan.. dan telah membeli oleh-oleh sayuran dan kelengkeng yang memang menjadi makanan khas di bandungan ini, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi kedua yaitu Taman Maerokoco.. 
Taman Maerokoco merupakan taman yang dibuat sedemikian rupa dengan fungsi menyerupai konsep Taman Mini Indonesia Indah, cuma disini hanya meliputi wilayah Jawa Tengah.. di taman ini bisa dilihat berbagai rumah-rumah adat daerah kabupaten se propinsi Jateng.. dengan lengkap kerajinan, makanan khas dan kesenian budaya daerah masing-masing.
Untuk pertama kami menuju rumah kebanggaan Kabupaten Blora yakni sebuah pendopo joglo lengkap dengan perlengkapan meja kursi khas Blora.. dan berbagai kerajinan kayu jati yang memang merupakan kebanggaan Kabupaten Blora. Didalam rumah Blora ini ternyata ada berbagai data mengenai wisata-wisata di Kabupaten Blora lengkap dengan foto-fotonya juga kesenian yakni Barongan yang terpajang apik di depan pintu masuk rumah..  
Suasana bagai dirumah sendiri.. 
Setelah puas berfoto-foto dan istirahat anak-anak mulai tampak berpencar untuk melihat berbagai bentuk rumah adat kabupaten lain yang memang sungguh indah dan menyuguhkan berbagai pengetahuan tentang Kabupatennya masing-masing.. 
Ternyata di Propinsi Jawa Tengah ini begitu banyak sekali keragaman kesenian dan keragaman macam-macam bentuk rumah adat yang menjadi khas daerah masing-masing yang merupakan wujud budaya daerah yang menambah kekayaan budaya Indonesia..
Dalam hal ini untuk berbagai bentuk rumah adat di Jawa Tengah sangat memperlihatkan sikap keterbukaan dan keramah tamahan penduduk asli jawa tengah dibuktikan dengan adanya sebuah pendopo di setiap rumah adatnya. rata-rata semua rumah adat di Jawa tengah adalah dari kayu jati dengan berbagai ukiran dan ornamen khas daerah masing-masing..
Dari sini perlu diketahui buat semua generasi ini jangan sampai kita melupakan sejarah dan perjuangan dari para pendahulu kita dan kita juga harus selalu melestarikan kebudayaan asli kita sebagai wujud pengabdian kepada bangsa ini.. 
Sikap keterbukaan, sikap keramah tamahan, sikap menghormati harus selalu ada di hati dan diajarkan kepada penerus kita karna dengan sikap ini negara ini bisa besar, bisa terus berjaya dan diakui oleh dunia..
 
 



Minggu, 11 Juli 2010

PROGRAM KHURSUS KEWIRAUSAHAAN KOTA (PKWK)

PKWK adalah sebuah program yang dilaksanakan oleh UPTD SKB Blora di bidang kewirausahaan  pada lingkup perkotaan.. 
Dalam kesempatan kali ini PKWK yang diadakan oleh UPTD SKB Blora bekerjasama dengan SMK NU Tunjungan mengambil kegiatan di bidang mekanik otomotif.
Dengan melihat kenyataan yang ada bahwa penduduk Blora yang terkenal dengan tipe konsumtifnya dengan dibuktikan dari data penjualan salahsatu merek sepeda motor yakni Honda, ternyata sepeda motor yang terjual setiap bulannya untuk satu merk saja yakni honda adalah sekitar 800 unit. Bisa dibayangkan belum lagi dengan motor keluaran pabrik / merk lain ternyata untuk wilayah Blora saja sekitar ribuan motor turun ke jalan setiap bulannya. Berangkat dari sini ternyata ketrampilan dibidang otomotif masih sangat dibutuhkan untuk menjawab fenomena tersebut sekaligus menjadi salah satu prospek lapangan kerja di Blora untuk mengurangi tingkat pengangguran yang semakin meningkat tiap tahunnya. 
Dari kenyataan yang ada masih sedikit adanya bengkel bengkel di wilayah kota blora terutama di desa-desa yang memang tidak adanya dukungan SDM atau skill dari pemuda yang mempunyai ketrampilan mereparasi motor. 




Oleh karena itu dengan adanya Program Kursus Kewirausahaan Kota ini SKB Blora mengharapkan akan lahir embrio-embrio kecil dengan skill tentang otomotif untuk menciptakan lapangan kerja sendiri, mampu membuat bengkel paling tidak untuk sekedar kemampuan mereparasi kendaraan mereka sendiri.
PKWK Mekanik Otomotif ini diadakan di SMK NU Tunjungan dengan waktu sepuluh hari yaitu dari tanggal 06 Juli sampai 16 Juli 2010. untuk peserta diklat adalah sejumlah 20 orang yang dipilih dari beberapa kecamatan di Kabupaten Blora, yaitu Jepon, Tunjungan, Blora, Japah, Ngawen, dan Kecamatan Jiken. yang rata-rata adalah pengangguran sejati dan belum pernah mendapatkan pelatihan serupa yaitu dibidang mekanik otomotif. 
sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Sekolah NU Tunjungan Yakni Bapak Supar, MPd kepada semua peserta diklat adalah yang pertama kita harus bersyukur karena  peserta diklat merupakan orang-orang yang telah terpilih diantara ribuan pengangguran yang lain yang diberikan kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan ketrampilan di bidang otomotif secara gratis oleh pemerintah sehingga diharapkan para peserta diklat untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti diklat tersebut sehingga nantinya setelah selesai diklat para peserta diklat akan memperoleh ilmu dan ketrampilan maupun skill bagaimana cara memperbaiki dan merawat mobil ataupun motor. 
Dan tidak hanya mengenai cara memperbaiki atau merawat mobil dan motor para peserta diklat juga diberikan bonus ketrampilan tambahan yaitu bagaimana cara mengelas yang memang pengelasan sangat tidak bisa dipisahkan dalam sebuah usaha  perbengkelan. Sehingga menurut bapak Supar yang sangat merespon adanya kegiatan positif ini, diharapkan nantinya setelah selesai mengikuti pelatihan para peserta benar-benar memiliki modal ketrampilan untuk mendirikan sebuah bengkel, karena bagaimanapun dalam mendirikan sebuah bengkel kita diharap harus bisa allround yang artinya mampu segalanya atau jangan sampai menolak ataupun membatasi kemampuan bengkel itu sendiri. jadi selain bengkel motor diharap kita juga mampu menangani kerusakan sederhana mobil dan yang tak bisa dikesampingkan juga mampu mengelas karena setiap bentuk mobil maupun motor pasti tak lepas dari adanya sambungan las.
Sedangkan keuntungan yang dapat diperoleh oleh peserta diklat antara lain adalah selain mendapatkan pembekalan dalam servis sepeda motor, tune up mobil, dan pengelasan para peserta juga akan mendapatkan peralatan sederhana untuk dapat melakukan servis sepeda motor. Dan memang menurut Bapak Nuril selaku Ketua Tim penyelenggara PKWK ini, titik berat pelaksanaan program ini adalah pada proses pelatihan sehingga dari pemerintah tidak meng-anggarkan uang transport ataupun akomodasi lainnya, namun dari penyelenggara begitu mengusahakan hal-hal terbaik untuk peserta diklat sehingga selain kaos, akomodasi makan ringan juga memberikan uang sebagai pengganti transport selama pelatihan.  
Pak Sarjono selaku Kepala UPTD SKB Blora dalam pembukaan pelatihan ini juga banyak berharap dengan adanya program kewirausahaan kota di bidang otomotif ini akan mampu mengurangi banyaknya pengangguran sekaligus mampu menciptakan lapangan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Beliau juga mengharapkan adanya kesungguhan dan tekad dari para peserta diklat untuk mengembangkan diri karena  menurut beliau output dari pelatihan ini akan terus dipantau perkembangannya sehingga apabila bagus tentunya akan berlanjut dengan bantuan -bantuan berupa modal ataupun alat- alat dari pemerintah untuk para peserta yang berhasil mengembangkan dirinya.         

Senin, 07 Juni 2010

JAMBORE... Pengalaman yang tak mungkin terlupakan...

Berangkat dari segala keterbatasan.. kucoba beranikan diri dan tegarkan langkah coba berikan yang terbaik dalam sebuah tanggung jawab besar sebagai seorang pelayan masyarakat di Pendidikan Non Formal.. tuk ikut andil dalam Jambore ptk pnf tingkat provinsi yang diadakan di Semarang tepatnya di Gedung P2PNFI Ungaran..
Baru pertama... Hati terasa terpana terkagum dengan kemegahan sebuah lembaga p2pnfi yang mempunyai peran penting di bidang pendidikan (PNF). rasa bangga yang tak bisa terungkap... ternyata begitu besar pemerintah memberikan apresiasi, penghargaan terhadap keberadaan lembaga-lembaga atau apapun yang memberikan kontribusi sebagai pelayan masyakat di bidang PNF.
yang semula anggapan diri ini yang merasa PNF adalah pendidikan yang teranak tirikan, terabaikan.. ternyata melihat kenyataan yang ada.. hati begitu berbesar hati ataupun bisa berbangga diri.. disini kubisa berikan partisipasi, berikan peran, berikan arti pada diri ini tuk niat abdikan diri di bidang pendidikan.. pnf..
Dengan Jambore kita wujudkan pendidik yang profesional dan berprestasi...
begitulah bunyi slogan yang tampak terpampang didepan saat kumasuki gedung ini...
Begitu mengandung banyak makna yang terkandung dari sebaris kata suratkan tujuan diadakannya Jambore ini..
Jambore yang diikuti oleh 35 kabupaten se-Jawa Tengah.. sempat membuat diri ini minder.. karna begitu banyak peserta yang datang, nampak penuh dengan segala idealisme yang dibawanya, membawa nama daerahnya masing-masing...
Dengan niat yang sederhana, kembali kubesarkan hati ini.. akan kuberikan yang terbaik yang kumampu tuk bawa nama Blora tercinta.. paling tidak buat diriku dengan kesempatan ini, aku akan bisa mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga dari mengikuti Jambore ini..
dan yang paling penting.. adalah pengamalan yang tak mungkin terulang dan tak mungkin kulupakan..
kudapatkan banyak sekali teman dari luar daerah yang ternyata mempunyai niat sama yaitu mengembangkan pendidikan nonformal di masing-masing daerahnya..
Hatipun timbul rasa bangga.. ternyata masih banyak orang-orang yang peduli...
peduli terhadap kenyataan yang ada dengan masih banyaknya anak-anak generasi banyak yang patut dan layak diperjuangkan di tengah ketidakmampuan ekonomi dan segala keterbatasan mereka.
Dengan wujud p2pnfi dan visi misinya yang begitu memberikan pengakuan, penghargaan ataupun apresiasi terhadap pendidik yang berkompeten di bidang pendidikan nonformal.. menambah semangat saya.. untuk lebih totalitas jiwa raga ini mengabdikan diri... menambah semangat saya untuk terus belajar dan belajar untuk berikan yang terbaik bagi anak-anak didikku.. ikut memberikan kontribusi terhadap pendidikan nonformal di kabupaten Blora tercinta...

Minggu, 06 Juni 2010

BLORA INGIN BERUBAH...

Sebuah proses demokrasi politik telah berlangsung di Blora..
Pemilu Kada Blora Tahun 2010 telah dilangsungkan baru saja tepatnya hari Kamis Pahing tanggal 3 Juni 2010.. dan alhamdulillah berjalan dengan aman dan lancar..
antusias warga ternyata begitu nampak dengan begitu banyaknya masyarakat yang berdatangan di TPSnya masing-masing untuk menggunakan hak pilihnya dalam menentukan nasib Blora lima tahun kedepan. Dan dibuktikan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hal pilihnya di Pilkada blora tahun 2010 ini adalah sekitar 70. 6 % dari Daftar Pemilih Tetap untuk Kabupaten Blora.
Dari tiga pasangan calon yang menjadi peserta Pemilukada Blora tahun ini..
Pasangan calon dari urutan nomor tiga yaitu Joko Nugroho dan Abu Nafi, SH berhasil memenangkan pertarungan politik kali ini mengalahkan Pasangan nomor urut satu yang merupakan incumbent yaitu Pasangan Yudhi Sancoyo dan Hestu Bagiyo Sunjoyo yang diusung dari Partai Golkar. Pasangan urut nomor tiga yang biasa disebut KOLBU yang diusung dari 6 partai yaitu Demokrat, PKB, Hanura, PIB, PDP, dan PPP berhasil memperoleh suara yang begitu mencengangkan.. terpaut jauh dari pasangan incumbent..
Menurut hasil rekapitulasi penghitungan suara dari Panwaslu Kab. Blora diperoleh data sbb.
Nomor urut satu (YES) mendapat suara yaitu 197.573 atau 41,11 %
Nomor urut dua (WALI) mendapat suara yaitu 39.397 atau 8,20 %
dan Nomor urut tiga (KOLBU) mendapat suara yaitu 243.590 atau 50,69 %
Ingin Perubahan... itulah yang kata yang sering terucap dari hasil kemenangan ini..
moto "saatnya berubah" yang diusung dari pasangan Kolbu berhasil meraih simpati masyarakat Blora.. sesuai visi misi yang selama ini diusung perubahan signifikan akan segera dilakukan oleh pasangan calon yang berasal dari Cepu dan Blora tersebut. Mulai dari pemerintahan yang bersih (good governance), perbaikan sarana dan prasarana hingga pendidikan dan kesehatan gratis.
Harapan masyarakat, VISI MISI tersebut tak hanya terhenti diatas kertas..
dan sekarang rakyat Blora menunggu aksi mereka setelah Pelantikan yang akan dilaksanakan tanggal 11 Agustus 2010..
Semoga menjadi pemimpin yang diharapkan masyarakat, bisa membawa Blora lebih maju dan sejahtera...


Kemanakah moral bangsa ini...


Satu Juni adalah hari lahir Pancasila..
Pancasila yang begitu mengingatkan akan betapa besar perjuangan dan pengorbanan dari para pahlawan pendiri bangsa ini...
sebuah kata yang seolah begitu sakral dalam proses menuju kata "MERDEKA"
Dan menjadi Dasar bagi negara tercinta INDONESIA RAYA..
Kata Pancasila yang sederhana mengandung begitu banyak makna.. makna yang dalam sebagai wujud kepribadian bangsa ini..
Kata Pancasilapun mampu menggetarkan hati para pengerti sejarah tentang tentang sebuah rasa nasionalisme..
Pancasila begitu perkasa hingga mampu menyatukan seribu pulau terbentang dalam sebuah wadah NKRI..
Namun kini...
bagi sebagian orang. Pancasila hanya menjadi hiasan dinding yang tak memiliki makna. Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala aspek kehidupan berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas anak bangsa dan juga tidak mampu mempengaruhi mentalitas para pemimpin bangsa.
Sehingga yang terjadi adalah mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam setiap perilaku warga..
Tanggal 1 Juni 2010 yang diperingati sebagai hari lahir Pancasila hanya menjadi ajang simbolisasi peringatan yang tak memiliki makna..
Kenyataan yang adapun saat ini begitu disayangkan karna banyak sekali generasi sekarang yang tak lagi tahu tentang isi dari sila-silanya apalagi untuk memahami dalam setiap perilakunya..
Entah...
Salah siapakah ini...
dan kemanakah rasa nasionalisme bangsa ini...
telah menjadi sebuah rentetan sebab yang begitu panjang tak berujung, tuk mencari sumber dari permasalahannya...
Kita harus sadar akan kenyataan ini...
Pemerintahpun harus segera mencari solusi tuk mengembalikan kejayaan Pancasila sebagai Filosofi kehidupan bangsa yang berkepribadian..
Semua pihak sebagai warga negara Indonesia harus mempunyai tanggung jawab tuk kejayaan bangsa ini..
dalam hal ini pendidik yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan harus mampu menjadi suri tauladan dan pengenalan tentang makna Pancasila di setiap kesempatan..
Karna tanpa dimulai dengan perbuatan tuk merubah keadaan yang ada ini...
tidak mustahil beberapa tahun lagi Pancasila tak lagi bergaung di negeri ini...
Hingga hanya menjadi hiasan dinding tanpa makna...
dan sila-silanya hanya sebagai hafalan anak sekolah dasar tanpa mengerti filosofi dan nilai luhur yang terkandung di dalamnya...

MENGANGKAT BUDAYA LOKAL SEBAGAI TEMA DALAM BAHAN AJAR TEMATIK BAGI WARGA BELAJAR PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN BLORA

Program Keaksaraan Fungsional merupakan bentuk pelayanan Pendidikan Luar Sekolah yang bertujuan untuk membelajarkan warga masyarakat penyandang buta aksara agar memiliki kemampuan mambaca, menulis, berhitung dan menganalisis yang berorientasi pada kehidupan sehari – hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya sehingga warga belajar dan masyarakat dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Sebagai program yang diunggulkan untuk mensukseskan gerakan tuntas buta aksara sacara nasional maka dalam pelaksanaannya program keaksaraan fungsional perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan optimal agar memiliki manfaat dan berdampak secara luas dalam mempercepat pemberantasan buta aksara dan pada gilirannya nanti dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat.
Adalah suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik dalam bidang kesehatan, gizi maupun ekonomi. Disamping faktor kemiskinan baik struktural dan absolut maupun kemiskinan kesadaran masyarakat serta masalah ekonomi, penyebab buta aksara dapat diidentifikasi antara lain, pertama: putus sekolah dasar, kedua : Demografis dan geografis, ketiga: aspek sosiologis. Ditinjau dari aspek sosiologis sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa harkat dan martabat seseorang akan meningkat jika memiliki ijazah yang diperoleh dari jalur pendidikan formal (persekolahan) dengan orientasi untuk dapat bekerja di perusahaan, menjadi pegawai maupun bekerja di sektor formal. Pada sisi lain program pemberantasan buta aksara yang diintegrasikan dengan berbagai pendidikan ketrampilan, tidak memberikan ijazah seperti yang diharapkan sehingga kurang diminati oleh masyarakat.
Selain itu, penyebab warga masyarakat buta aksara adalah karena mereka hidup dalam keluarga yang berpendidikan rendah dan miskin sehingga tidak mampu untuk membiayai pendidikannya. Sementara pada sisi lain tidak ada kepedulian orang – orang terdidik di sekitarnya untuk mendidik mereka. Faktor lain yang kurang diperhatikan menjadi penyebab buta aksara adalah DO dari program–program pendidikan luar sekolah baik melalui program keaksaraan maupun kesetaraan. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi dari dalam diri warga belajar serta tidak dirasakannya manfaat yang segera dapat digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Pendidikan ketrampilan tidak akan menarik minat mayarakat miskin apabila mereka tidakmerasakan langsung manfaatnya untuk kehidupan mereka.
Secara garis besar penduduk buta aksara dapat dikelompokkan menjadi tiga menurut penyebabnya, Pertama ; penduduk yang buta aksara karena tidak pernah memperolah kesempatan pendidikan sama sekali, mereka ini kebanyakan anak usia sekolah maupun orang dewasa yang belum memperoleh kesempatan pendidikan sama sekali, Kedua; penduduk yang buta aksara karena putus sekolah pada kelas-kelas awal sekolah dasar atau yang setara dengan itu, Ketiga; penduduk yang buta aksara kembali, kelompok ini terdiri dari anak-anak yang pernah sekolah dan kemudian putus sekolah dan orang dewasa yang pernah mempunyai kemampuan keaksaraan namun kemudian tidak mempunyai kesempatan menggunakan keaksaraannya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa sasaran dari program keaksaraan fungsional sebagian besar adalah warga masyarakat usia dewasa. Untuk memulai dan melaksanakan pembelajaran di kelompok belajar orang dewasa tidak mudah bagi tutor untuk menerapkan dan mengembangkan metode belajar apabila kita belum berpengalaman membelajarkan peserta didik yang berusia dewasa. Seringkali tutor mengalami kesulitan untuk memulai pembelajaran. Hal mendasar yang menjadi permasalahan adalah kadang – kadang para tutor mengalami kesulitan dalam memilih dan menentukan tema dan bahan ajar yang cocok dan sesuai dengan kondisi warga belajar ddalam proses pembelajaran di kelompok belajar.
Tema pembelajaran yang disajikan tutor dlam proses pembelajaran program keaksaraan fungsiona tidak dapat serta merta ditentukan oleh tutor sendiri, tetapi harus melalui proses penggalian minat dan kebutuhan, pengalaman, pemilihan dan keputusan bersama di dalam kelompok belajar yang bersangkutan. Dalam kenyataannya, selama ini dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional materi yang diberikan kepada warga belajar ditentukan sendiri oleh tutor dengan menggunakan metode belajar yang tidak variatif. Warga belajar hanya diajarkan bagaimana membaca, menulis dan berhitung dengan cara mencontoh apa yang ditulis di papan tulis oleh tutor. Hal ini mengakibatkan warga belajar mengalami kejenuhan yang pada akhirnya nanti akan mengakibatkan banyaknya warga belajar yang tidak tuntas dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena iti, tutor haruslah kreatif dalam menggunakan metode belajar serta materi bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Tutor harus berusaha untuk mencari dan menemukan tema-tema belajar yang dapat menarik minat belajar para warga belajar.Upaya tutor dalam mencari, menemukan, memilih dan menetapkan tema – tema belajar yang dilakukan dalam proses pembelajaran inilah yang kemudian dikenal dengan bahan ajar tematik. Sedangkan penyusunan bahan ajar adalah suatu upaya untuk merumuskan atau merancang materi dan alat yang akan disajikan dlam proses pembelajaran berdasarkan tema – tema yang telah ditetapkan.
Dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional dengan menggunakan pendekatan partisipatif, pemilihan tema tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling terkait dengan bahan ajar. Oleh karena itu kedua hal ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional. Pemilihan tema dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan partisipatif dapat dimulai ketika tutor berhadapan dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Tutor harus memahami dengan baik karakteristik , minat dan kebutuhan belajar dari setiap peserta didik. Setiap peserta didik memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda dengan peserta didik yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat pula dari lingkungan tempat peserta didik tinggal, seperti desa, kota, daerah pantai, pegunungan, daerah terpencil dan lain – lain. Selain itu, budaya lokal yang berkembang di masyarakat juga sangat mempengaruhi minat dan kebutuhan belajar dari peserta didik.
Perumusan tema dan bahan ajar memiliki tujuan agar proses pembelajaran memperoleh hasil belajar yang maksimal bagi para warga belajar. Pemilihan tema dan bahan ajar sebaiknya dilakukan secara fleksibel dan memperhatikan tiga faktor, yaitu: (1) minat dan kebutuhan warga belajar, (2) potensi dan karakteristik lingkungan, (3) situasi belajar saat itu. Dengan demikian, penentuan tema adalah hal yang sangat penting karena dapat memberikan arah belajar yang tepat sesuai dengan keinginan warga belajar serta dapat menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dalam hal ini tutor harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan potensi lingkungan sosial budaya maupun lingkungan alam hayati, non hayati dan buatan.
Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai tema dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional yang bersumber dari potensi lingkungan di mana kelompok belajar keaksaraan tersebut berada. Salah satu sumber tema yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran adalah budaya lokal yang berkembang di lingkungan kelompok belajar. Masyarakat akan merasa tertarik apabila diajak membicarakan tentang budaya yang berkembang di lingkunganya. Budaya lokal adalah budaya atau kebiasaan yang berkembang dan diyakini keberadaanya oleh sekelompok masyarakat di suatu wilayah. Kondisi geografis dan pola pikir masyarakat sangat mempengaruhi budaya lokal yang berkembang di suatu wilayah. Hal – hal yang termasuk dalam konteks budaya lokal antara lain upacara adat, kesenian, sejarah terbentuknya sebuah wilayah atau babat.
Di Kabupaten Blora banyak sekali budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber tema yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar keaksaraan. Budaya – budaya lokal yang berkembang pesat di masyarakat di Kabupaten Blora antara lain:
1. Upacara gas deso.
Upacara ini dilakukan oleh semua warga masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Blora. Masing – masing desa kadang memiliki sebutan yang yang berbeda. Ada juga yang menyebut upacara ini dengan istilah manganan. Banyak hal yang dapat digali dari upacara gas deso atau manganan untuk dijadikan sebagai sumber tema, yaitu hari pelaksanaan, jenis makanan yang harus disajikan, kesenian yang ditampilkan, dimana upaca dilaksanakan.
2. Sejarah wilayah atau babat
Sejarah wilayah atau babat adalah cerita turun temurun yang diyakini kebenarannya oleh sekelompok masyarakat tentang terbentuknya suatu wilayah / desa. Hal ini berkaitan erat dengan seorang tokoh yang sangat berperan dalam terbentuknya suatu wilayah / desa. Babat merupakan cerita menarik yang masih sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat.

3. Upacara kelahiran
Upacara ini masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Blora. Prosesnya dimulai ketika bayi masih dalam kandungan ( upacara tingkepan ) sampai bayi lahir ( upacara puputan, selapanan, bayi telu, bayi pitu ).

4. Kesenian barongan
Kesenian ini berkembang dengan baik di Kabupaten Blora. Dalam acara apapun kesenian ini masih sering ditampilkan mulai dari kirab hari jadi kabupaten Blora, acara khitanan, ulang tahun, perayaan kemerdekaan dan lain – lain. Hal yang dapat digali dari kesenian barongan sebagai sumber tema sangat banyak sekali. Mulai dari sejarahnya sampai pada pelakunya.
Hal – hal yang dikemukakan di atas merupakan sumber tema untuk bahan ajar yang tidak akan ada habisnya digali oleh para tutor keaksaraan. Yang perlu diperhatikan disini adalah kreatifitas tutor untuk menemukan tema yang cocok dengan kondisi kelompok belajar. Oleh sebab itu, tutor perlu mengenal dengan baik kebiasaan masyarakat yang ada di sekitar kelompok belajar. Tutor harus mengunjungi atau mengenal tempat – tempat dimana orang sering berdiskusi secara terbuka mengenai masalah – masalah masyarakat. Tutor dapat menggunakan diskusi informal dengan tokoh masyarakat untuk mengetahui tema hangat yang dapat dikembangkan di dalam kelompok belajar. Oleh sebab itu, tutor harus mengenal dan mendengar dengan baik tentang hal – hal yang berkembang di masyarakat dan sudah menjadi budaya bagi mereka dan juga memahami apa yang mereka anggap penting di lingkunganya. Dalam program keaksaraan fungsional, yang terpenting adalah pemilihan tema dalam pembelajaran. Sebaiknya tutor memilih tema hangat dan fungsional agar peserta didik memiliki kesan yang mendalam dan termotivasi dalam belajar.

PENDEKATAN BAHASA IBU ( BAHASA JAWA ) DALAM PEMBELAJARAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN MASYARAKAT SAMIN; SEBUAH UPAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI BAHASA JAWA

KEHIDUPAN global adalah sebuah paradoks. Di satu sisi ia menggiring banyak fenomena ke dalam ruang penyeragaman dan memengaruhi kehidupan hanya pada satu rujukan, yakni modernitas. Sementara di lain sisi, desakan-desakan global semacam itu menimbulkan kesadaran yang reaktif, yakni bangkitnya kesadaran untuk segera menyelamatkan kehidupan dengan segala keberbagaiannya, termasuk kehidupan berbahasa. Bahasa Inggris yang lekat dengan citraan budaya global, dan bahasa nasional yang lahir atas nama kesadaran nasionalisme di suatu negara, perlahan namun pasti dipandang telah mengikis keberadaan bahasa-bahasa daerah, yang kemudian disebut juga sebagai bahasa ibu.
Banyak bukti dari berbagai hasil penelitian memperlihatkan betapa terdapat sejumlah bahasa telah punah di muka bumi. Bahkan diprediksi, satu abad mendatang, dari 6.000 bahasa yang terdapat di dunia, 50 persennya akan punah. Di Indonesia, tempat di mana terdapat 731 bahasa, proses kepunahan pun terus berlangsung sampai hari ini, di antaranya adalah sejumlah bahasa daerah.
Atas kecemasan inilah sejak tahun 1991 UNESCO mencanangkan semacam tradisi dalam kehendak membangun kesadaran pada bahasa ibu. Tradisi yang kemudian berlanjut sampai tahun ini dengan apa yang disebut Hari Bahasa Ibu Internasional. Dr. Cece Sobarna, M.Hum. mengutip Uriel Weinreich (1968) menyatakan, persaingan bahasa yang mengakibatkan matinya bahasa terjadi akibat adanya kontak bahasa dalam masyarakat yang multibahasa. Persaingan terjadi antara bahasa ibu (daerah), bahasa nasional, dan bahasa asing. Kecemasan akan punahnya bahasa ibu adalah kecemasan yang logis yang bersebab pada kenyataan kian surutnya penutur bahasa ibu di tengah desakan bahasa nasional dan bahasa asing.
Meskipun dalam pandangan Cece hasil penelitian menunjukkan bahwa 85% penduduk Indonesia di berbagai daerah masih menggunakan bahasa ibu, namun gejala penurunan adalah juga kenyataan yang terus terjadi, terutama di kalangan anak-anak muda. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia dialek betawi ketimbang bahasa daerah. Kekurangmampuan generasi muda dalam menggunakan bahasa ibu, tak lepas dari desakan bahasa Indonesia yang semula hanya dipakai dalam situasi resmi. Menyusutnya fungsi bahasa ibu ini menjadikan daya tahan dan daya saingnya tidak seimbang di hadapan bahasa nasional atau asing. Kenyataan ini diperparah dengan adanya anggapan yang keliru bahwa bahasa ibu merupakan simbol keterbelakangan.
Menurut data UNESCO, saat ini terdapat sekitar 6.000 bahasa yang digunakan di seluruh dunia, tetapi bahasa-bahasa tersebut terbagi diantara penduduk dunia secara tidak merata. Lebih dari 90% penduduk dunia yang berjumlah 6 milliar hanya menggunakan sekitar 300 bahasa saja, diantaranya bahasa Hindi, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, dan Inggris. Bahasa-bahasa tersebut sering disebut sebagai bahasa mayoritas. Kurang dari 10% dari total penduduk dunia berbicara dengan menggunakan sisanya yaitu 5.700 bahasa sebagai bahasa minoritas. Dari semua bahasa minoritas ini, 3.481 (61%) ditemukan di kawasan Asia dan Pasifik. Dari 6 ribu bahasa yang sudah diketahui saat ini, 61 persennya merupakan bahasa yang digunakan di kawasan Asia Pasifik, dan 726 lebih di antaranya di pakai di wilayah Indonesia.
Dalam tataran sosiolinguistik makro, pengkajian pemertahanan bahasa (language maintenance) lazimnya tertuju pada bahasa dalam konteks bilingual, dalam hal ini terdapat bahasa ibu (minor language) atau bahasa etnis bersehadapan dengan bahasa utama (major language), seperti bahasa nasional. Hal ini relevan dengan konteks Indonesia, yang di dalamnya terdapat sekitar 726 bahasa etnis, dengan jumlah penutur yang sangat beragam dari puluhan ribu sampai puluhan juta.
Adanya kekhawatiran tentang kemungkinan punahnya suatu bahasa adalah suatu hal yang wajar, hal ini mengingat adanya beberapa kasus bahasa-bahasa tertentu yang bernasib malang, atau ditinggalkan para penggunanya. Contohnya saja beberapa bahasa di wilayah Irian Jaya seperti bahasa Bapu, Darbe, Wares (Kabupaten Sarmi), bahasa Taworta dan Waritai (Jayapura), bahasa Murkim dan Walak (Jayawijaya), bahasa Meoswas (Manokwari), dan bahasa Loegenyem (Rajaampat) diduga sudah punah, atau hanya digunakan oleh beberapa penutur saja..
Hal yang sama, sangat mungkin terjadi terhadap bahasa lainnya, seperti bahasa Jawa misalnya, jika tidak ada kepedulian dari masyarakat penggunanya. Padahal, dengan punahnya suatu bahasa berarti hilang pula salah satu alat pengembang serta pendukung utama kebudayaan tersebut. Lebih dari itu, berarti hilang pula salah satu warisan budaya dunia yang tak ternilai harganya.
Bahasa Jawa adalah bahasa pertuturan yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia. Bahasa Jawa terbagi menjadi dua yaitu Ngoko dan Kromo. Ngoko sendiri dalam perkembangannya secara tidak langsung terbagi-bagi lagi menjadi ngoko kasar dan ngoko halus ( campuran ngoko dan kromo ). Selanjutnya Krama itu terbagi lagi menjadi Krama, Krama Madya, Krama Inggil ( Krama Halus ). Krama Madya inipun agak berbeda antara Krama yang dipergunakan dikota / Sala dengan Krama yang dipergunakan di pinggiran / desa. Sedangkan Krama Haluspun berbeda antara Krama Halus/Inggil yang dipergunakan oleh kalangan Kraton dengan kalangan rakyat biasa.
Bahasa Jawa digunakan sekitar dua per tiga penduduk pulau Jawa. Bahasa jawa ini memiliki aksara-nya sendiri, yang dikembangkan dari huruf Pallava, dan juga huruf Pegon yang diubahsuai dari huruf Arab.Penduduk Jawa yang berhijrah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehinggakan terdapat kawasan penempatan mereka dikenali sebagai kampung Jawa, padang Jawa.
Dapat dikatakan bahwa setiap bahasa menggambarkan pandangan dan budaya dunia yang unik serta mencerminkan cara dimana masyarakat tutur memecahkan masalahnya dalam menghadapi dunia, merumuskan cara berfikirnya, sistem filsafatnya, dan memahami dunia di sekitarnya. Dengan punahnya suatu bahasa berarti suatu kesatuan yang tidak dapat digantikan dalam ilmu pengetahuan, dan dari pemahaman pemikiran manusia, maka pandangan dunia terhadap bahasa tersebut telah menghilang selamanya
Melihat fenomena kepunahan bahasa seperti kasus-kasus di atas, agar bahasa Jawa tidak mengalami nasib yang sama maka diperlukan suatu langkah konkret untuk menyelamatkan bahasa Jawa dari kepunahan. Salah satu langkah yang bisa diambil untuk menyelamatkan bahasa Jawa dari kepunahan adalah dengan mengembangkan sebuah metode belajar dalam Program Keaksaraan Fungsional melalui pendekatan bahasa ibu (bahasa Jawa). Program ini secara khusus ditujukan bagi pengembangan pendidikan masyarakat buta aksara dengan memanfaatkan kekayaan bahasa ibunya, yaitu bahasa Jawa, sebagai sumber belajar yang fungsional dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Proses pembelajaran di daerah yang memiliki karakteristik budaya yang khusus seperti masyarakat Samin, lebih efektif jika dilakukan melalui pendekatan menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah setempat. Pendekatan tersebut akan memudahkan warga belajar untuk menerima materi dari tutor keaksaraan. Komunikasi menggunakan bahasa daerah, lebih mengena dibandingkan menggunakan bahasa Indonesia. Walau begitu, pembelajaran keaksaraan tetap harus menggunakan bahasa standar yaitu Bahasa Indonesia.Dengan pendekatan bahasa ibu, warga belajar secara bertahap akan menggunakan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pemersatu.
Materi pembelajarannya memadukan antara kekayaan bahasa ibu dengan kecakapan hidup (life skills), diantaranya adalah: menyanyi lagu Jawa, menulis pengalaman warga belajar dengan menggunakan bahasa Jawa, menulis surat berbahasa Jawa, dan menulis tentang budaya lokal masyarakat samin dengan menggunakan bahasa Jawa. Seperti diketahui, masyarakat Samin (wong sikep) adalah sekelompok masyarakat di mana para pendahulu mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai alat untuk menentang penjajah Belanda, sehingga bahasa Jawa adalah bahasa yang sudah sangat akrab dengan keseharian masyarakat Samin. Hal ini mengakibatkan para warga belajar tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami setiap materi yang diajarkan oleh tutor.
Dalam proses belajar mengajar tutor menggunakan strategi belajar, membaca, menulis, berhitung, diskusi, dan aksi (calistungdasi). Penggunaannya fleksibel sesuai situasi dan kondisi materi yang disampaikan tutor.. Artinya, semua bahan belajar tersebut sedapat mungkin diambil dari pengembangan tradisi lokal. Kemudian dengan dibantu oleh tutor, warga belajar menerjemahkan apa yang dipelajari dengan menggunakan bahasa Jawa tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Selain itu, warga belajar pun didorong untuk membuat bahan belajar sendiri berdasarkan pengalamannya. Kekayaan bahasa dan budaya Jawa ini kemudian dijadikan salah satu sumber belajar bagi warga belajar, tutor, dan penyelenggara yang bermanfaat bagi pengembangan keterampilan yang memadai untuk menggunakan beraneka ragam informasi tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang dimaksudkan dalam konsep ini adalah kemampuan memproses informasi bahan-bahan menjadi suatu hal yang aplikatif dalam kehidupan tradisional mereka.
Pengembangan model pembelajaran keaksaraan melalui bahasa ibu memiliki dampak sertaan terhadap pemertahanan bahasa Jawa. Bahan ajar yang digali dari kekayaan bahasa dan budaya Jawa dalam konteks setempat, memungkinkan terangkatnya nilai-nilai budaya Jawa yang sudah dilupakan atau bahkan tidak dikenal oleh para penuturnya. Penggunaan budaya dalam proses pembelajaran keaksaraan menjadikan program ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pemberantasan buta aksara dan angka, tapi berkontribusi pula pada pemertahanan bahasa dan budaya Jawa pada umumnya.

PEMBERANTASAN BUTA AKSARA MELALUI KKN TEMATIK BAGAIMANA HASILNYA?

UNESCO mendefinisikan buta aksara adalah mereka yang tidak dapat membaca, dan menulis secara sederhana untuk keperluan sehari-hari. Definisi ini merupakan hal standar yang diakui secara internasional. Sehingga pada laporan tahun 2006 disebutkan bahwa penduduk dunia usia 15 tahun ke atas yang buta aksara 771 juta jiwa.
Di Indonesia sendiri jumlah penduduk yang buta aksara lebih dari 12 juta. Dari total jumlah tersebut 68,5% adalah perempuan.
Beberapa factor penyebab buta aksara adalah masih banyaknya anak usia 7 – 12 tahun yang tidak memperoleh kesempatan pendidikan dasar terutama di luar jawa dan daerah terisolir atau sulit dijangkau. Kemudian juga banyaknya jumlah siswa yang putus SD kelas I sampai kelas III. Serta belum memadainya sarana membaca dan menulis bagi aksarawan baru sehingga kembali menjadi buta aksara.
Pemerintah sebenarnya sudah banyak berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Baik yang berkaitan dengan peningkatan alokasi anggaran untuk penuntasan maupun menerapkan berbagai macam strategi. Strategi-strategi baru itu dilakukan pemerintah dalam rangka mempercepat pemberantasan buta aksara.
Salah satu strategi baru adalah menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, organisasi social keagamaan, kemasyarakatan serta organisasi profesi. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas sampai Dinas Pendidikan Kab/Kota sudah memahami adanya kerjasama tersebut dan dituangkan dengan MOU dengan masing-masing lembaga yang dipercaya.
Salah satu lembaga yang diajak kerjasama adalah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta dalam belum Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik. Mengapa mahasiswa KKN dilibatkan dalam program ini? Ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan antara lain: (pertama) para mahasiswa dapat dijadikan sebagai tutor yang telah mempunyai bekal kemampuan akademis dan usia yang masih muda sehingga mempunyai idealisme yang tinggi dalam rangka pencapaian tugas yang akan dibebankan. (kedua) mahasiswa akan lebih intens bertemu dengan warga belajar karena berada dilingkungan warga belajar. (ketiga) dengan pendekatan ini diharapkan waktu untuk pemberantasan akan empat kali lebih cepat disbanding dengan yang ditangani oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota dan organisasi lain.(keempat) adanya sebuah fakta bahwa nilai mahasiswa di mata masyarakat masih sangat tinggi sehingga diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini juga meningkat.

Kendala
Melihat optimisme berbagai kalangan terhadap keberhasilan mahasiswa memang sangat wajar mengingat berbagai kelebihan yang dimiliki para mahasiswa. Namun demikian harapan yang terlalu besar tanpa melihat realitas di lapangan justru akan menjadi beban yang yang sangat berat bagi para mahasiswa itu sendiri, karena setelah terjun ke lapangan tidak sedikit kendala yang harus dihadapi oleh para mahasiswa peserta KKN tematik.

Pengalaman penulis sebagai pelaku pendidikan nonformal khususnya program pemberantasan buta huruf dapat memberikan gambaran bagaimana kesulitan yang dihadapi oleh para mahasiswa. Berdasarkan penuturan beberapa mahasiswa baik yang secara langsung berdiskusi dengan penulis maupun pembicaraan mahasiswa dengan rekan-rekannya yang dapat penulis rekam ternyata apa yang terjadi di lapangan banyak kendala yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut ada beberapa kendala yang dapat penulis analisis antara lai: Pertama, jumlah jam pertemuan sangat jauh dari harapan ideal. Mengingat berdasarkan ketentuan bahwa melek aksara tingkat dasar (basic literacy) jumlah jam yang harus ditempuh adalah 144 jam dalam waktu 6 bulan penyelenggaraan. Hal tersebut berarti satu minggu rata-rata pembelajaran 6 jam. Dengan demikian kalau satu pertemuan 2 jam berarti dalam satu minggu harus 3 kali pertemuan. Dalam relaitas di lapangan dengan waktu KKN yang 45 hari dianggap saja hari efektifnya 36 hari. Kalau diasumsikan 36 hari berarti tiap hari harus pembelajaran 4 jam. Pertanyaannya apakah mungkin warga belajar yang notabene berasal dari masyarakat kurang mampu, mereka dapat menyediakan waktu luang untuk belajar selama 4 jam perhari? Dengan warga belajar yang berlatar belakang demikian itu maka banyak kegiatan sepanjang hari yang menyita waktu mereka untuk bekerja dan bekerja mencari nafkah. Karena yang pelaksanaan konvensional saja dengan waktu 6 bulan banyak warga belajar yang tidak aktif untuk ikut pembelajaran.
Kedua, yang tidak kalah pentingnya dalam kebehasilan program adalah kemampuan tutor. Untuk dapat menjadi tutor bagi warga belajar program ini tidak hanya sekedar menyampaikan materi saja, tapi diharapkan tutor dapat berperan sebagai motivator, fasilitator sekaligus menjadi teman. Dengan warga belajar usia dewasa informasi yang diberikan harus dua arah jangan sampai timbul kesan ada pemisah. Di samping itu kendala bahasa antara tutor dengan warga belajar juga merupakan kendala yang sangat serius. Tidak sedikit mahasiswa yang tidak dapat berbahasa Jawa begitu pula sebaliknya sebagian besar warga belajar juga buta akan bahasa Indonesia, sehingga yang terjadi di lapangan adalah komunikasi yang terputus. Pada sisi lain masalah tutor adalah penguasaan materi dan bahan ajar yang ada disekitar yang belum dipahami oleh para mahasiswa hal tersebut dikarenakan waktu sosialisasi dan pelatihan bagi mahasiswa yang terlalu sedikit. Ketiga, koordinasi merupakan bagian yang tidak dapat pisahkan dalam program yang melibatkan lintas sektoral dan berbagai macam organisasi. Karena selama ini koordinasi hanya dipahami sekedar pemberitahuan atau pertemuan tanpa dilanjutkan dalam bentuk implementasi setelah itu. Dengan kendala jarak yang jauh antara masing-masing perguruan tinggi dengan Dinas Pendidikan dan calon tempat KKN justru yang terjadi adalah kesan adanya rebutan sasaran antara KKN dengan penyelenggara yang sudah berjalan. Keempat, data merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan program pemberantasan aksara. Namun justru yang terjadi di lapangan data merupakan hal yang sangat sulit diperoleh berdasarkan data dasar (base data) karena selama ini meskipun data sudah by name by address namun itu hanya berdasarkan sasaran yang digarap saja sedang data dasar secara keseluruhan dari wilayah itu yang buta huruf belum ada. Dengan demikian antara pemahaman perguruan tinggi dengan keadaan yang ada di Dinas Pendidikan justru berbeda. Perguruan tinggi berasumsi bahwa data yang ada di Kabupaten merupakan data dasar sehingga yang menjadi tanggungjawabnya adalah dalam proses pembelajaran. Sedangkan di masing-masing kabupaten untuk memperoleh data dasar seperti penulis sampaikan di atas sangat sulit dan membutuhkan waktu serta dana yang tidak sedikit. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pengalaman BPS untuk memperoleh data yang sifatnya sensus saja memerlukan tenaga yang terlatih. Apalagi data itu kalau by name by address berapa besar tenaga dan biaya yang dibutuhkan. Sehingga yang disodorkan adalah data yang mungkin sudah digarap oleh penyelenggara yang lebih dahulu.

Solusi
Mengingat KKN tematik merupakan kebijakan nasional maka setelah program ini selesai perlu diadakan evaluasi secara menyeluruh dan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi. Apabila KKN tematik ini merupakan sarana yang efektif untuk pemberantasan buta huruf pada tingkatan selanjutnya maka menurut penulis ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain:
Untuk memperoleh data dasar yang menyeluruh dengan by name by address Departemen Pendidikan harus berkoordinasi dengan BPS pada saat sensus. Agar dalam pelaksanaan sensus unsur-unsur pendidikan juga dapat di gali datanya sampai masing-masing warga negara diketahui pendidikan yang diperolehnya. Kalau langkah itu tidak dapat dilakukan mengingat pengalaman BPS yang sifatnya sensus atau pendataan kawasan kemudian dilakukan prediksi-prediksi tertentu maka alternative berikutnya adalah memanfaatkan para mahasiswa yang KKN itu untuk melakukan pendataan secara keseluruhan dengan by name by address dengan tingkat pendidikannya. Sehingga hasilnya dapat digunakan oleh Dinas Pendidikan untuk semua program tidak hanya keaksaraan tapi juga wajar dikdas dan program pendidikan anak usia dini serta program lainnya. Dengan demikian penulis sangat yakin apabila kedua cara tadi diterapkan pemberantasan buta huruf akan berhasil dengan baik, sehingga tahun 2015 sepertinya kesepakatan Dakkar akan terwujud. Atau juga pencanangan bahwa tahun 2008 bangsa Indonesia tingkat niraksara tinggal 5% akan tercapai.

Pemberdayaan Perempuan dan Perubahan Sosial

Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia kemampuan mereka masih memerlukan perbaikan di segala bidang. Program pemberdayaan perempuan merupakan salah satu isu utama dunia, di samping masalah pengentasan orang miskin, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan good governance.
Dalam situasi saat ini, di mana persaingan global semakin menguat dan ketat, program pemberdayaan perempuan menjadi sangat penting artinya dalam menjawab berbagai tantangan sekaligus memanfaatkan peluang di masa datang. Kemampuan perempuan menjadi lebih rendah karena selama ini cenderung diletakkan pada posisi yang lebih rendah ketimbang laki-laki. Ini menyebabkan kemampuan mereka untuk berkontribusi menjadi lebih kecil.
Komitmen Indonesia dalam melaksanakan tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals atau MDG’s) mengalami penurunan yang signifikan. Posisi terakhir, hanya dapat disejajarkan dengan Myanmar dan negara-negara Afrika umumnya.Jangan tanya negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang di dasawarsa 70-an banyak belajar dari Indonesia, dengan mendatangkan sejumlah mahasiswa ke berbagai perguruan tinggi dan para pekerja minyak ke Pertamina. Jadilah University of Malaysia dan Petronas seperti sekarang, meninggalkan jauh “guru”-nya. Selain pendidikan dan perminyakan, salah satu yang paling menonjol ialah tentang kesetaraan gender yang merupakan salah satu indikator MDG’s.
Berbicara soal pergerakan perempuan Indonesia, sebenarnya tak terlepas dari kemajuan bangsa Indonesia sendiri. Gerakan emansipasi yang banyak didengungkan organisasi wanita barat mem-booming pada dasawarsa kedua di abad ini. Hal tersebut direspon oleh para elit wanita Indonesia dengan melaksanakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, pada akhir tahun 1928. Ini dapat dikatakan sebagai kemerdekaan kaum perempuan, yang mendahului kemerdekaan negara Indonesia sendiri.
Secara sosial budaya, peristiwa ini merupakan tonggak sejarah kemajuan wanita Indonesia. Bayangkan saja, pada masa itu kungkungan adat sering dituding menomorduakan wanita Indonesia di belakang kaum pria. Demikian pula penterjemahan yang salah dari dogma agama, seolah menjadi pembenaran bahwa kaum perempuan harus berada di belakang kaum adam dalam segala aspek dan bidang kehidupan.
Dari peristiwa Kongres Perempuan Indonesia I tadi dapat dikatakan, respon perempuan Indonesia waktu itu, untuk mengadakan kongres adalah suatu proses perubahan sosial-budaya, yang merupakan bagian dari proses pembangunan masyarakat Indonesia.
Sama halnya seperti lahirnya sejumlah program penanggulangan kemiskinan yang mulai dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1990, tentang Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) untuk hal yang bersifat ekonomi kerakyatan. Program IDT disusul dan dilengkapi P3DT untuk kegiatan infrastruktur pedesaan. Selanjutnya “dikawinkan” melalui program PPK yang menangkap kedua program (ekonomi dan infrastruktur) yang dikenal dengan open menu. Kemudian disusul dengan kegiatan sejenis untuk di perkotaan dengan nama P2KP. Namun, sebenarnya yang membedakan adalah payung besarnya. PPK melalui Kementrian Dalam Negeri, dan P2KP melalui Departemen Pekerjaan Umum, meski keduanya sama-sama menyitir pemberdayaan perempuan sebagai salah satu isunya.
Secara socio-anthropologist, suatu pembangunan dapat dikatakan sebagai suatu proses yang secara sengaja diadakan untuk mendorong perubahan sosial budaya ke suatu arah tertentu. Sedangkan perubahan sosial budaya, seperti yang dikatakan Antropolog dan peneliti senior LIPI EKM Masinambow, merupakan suatu proses perubahan yang mencakup, antara lain menggeser hal-hal yang sudah ada, menggantikannya, mentransformasikannya, dan menambah yang baru, yang kemudian berdiri berdampingan dengan hal-hal uang sudah ada.
Kembali ke masalah pembangunan yang berwawasan gender (Gender Equitable Development atau GED) yang di Indonesia saat ini sering dikaitkan dengan kemiskinan dan pembangunan yang tak berkelanjutan. Ahli Community Capacity Building lulusan Columbia University (AS), Aisyah Muttalib mengatakan, GED adalah suatu transformasi untuk men-gender-kan (en-gender) ekonomi hingga akan terwujud suatu tatanan ekonomi baru, di mana pemerataan gender dipegang sebagai suatu nilai yang paling mendasar.
Ekonomi baru seperti inilah yang telah dijalankan oleh seluruh wanita di dunia secara otomatis sebagai kodrat kewanitaannya. Mereka mengelola sumber daya demi mempertahankan segalanya. Bukan saja kehidupan diri, tapi juga keluarganya, masyarakat, dan anak-anak yang dilahirkannya.

MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN SAMIN MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor determinan bagi keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, baik perempuan maupun laki-laki harus dapat menggerakkan dan membuat perubahan-perubahan sosial ke arah yang lebih baik atau sebagai agent of social change. Di samping itu, secara khusus perempuan perlu memiliki kemampuan untuk turut mengambil keputusan, yang didukung oleh kemauan dan keberanian dengan menggunakan kesempatan untuk menjadi teman seperjuangan laki-laki.
Sebagaimana kita ketahui bersama di dunia Barat ataupun di Timur, perkembangan peradaban manusia tumbuh dalam lingkup budaya dan ideologi patriarki. Dinegara-negara Barat, Amerika Serikat, dan Eropa Barat, budaya tersebut terlebih dahulu terkikis sejalan dengan perkembangan tehnologi, demokrasi dan lain-lain yang mendudukan persamaan dan keadilan sebagai nilai yang sentral. Di negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, budaya dan ideologi tersebut masih sangat kental dan mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat serta menciptakan ketimpangan-ketimpangan gender.
Budaya dan ideologi bukan satu hal yang turun dari langit. la di bentuk oleh manusia dan disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Koentjaraningrat mengatakan nilai budaya adalah faktor mental yang menentukan perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam budaya kita, budaya patriarki masih sangat kental. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan ketimpangan, asimetris dan subordinatif terhadap perempuan tampak sangat jelas. Dalam kondisi yang seperti itu proses marjinalisasi terhadap perempuan terjadi pada gilirannya perempuan kehilangan otonomi atas dirinya.
Eksploitasi serta kekerasan terjadi terhadap perempuan, baik diwilayah domestik maupun publik. Dalam situasi demikian, maka perbedaan, diskriminasi,dan ketidakadilan gender tumbuh dengan suburnya. Meskipun secara formal, dalam UUD 1945, hak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, tetapi dalam kenyataannya sangat berbeda. Bagi masyarakat tradisional, patriarki di pandang sebagai hal yang tidak perludipermasalahkan, karena hal tersebut selalu dikaitkan dengan kodrat dan kekuasaaan adikodrat yang tidak terbantahkan. Kepercayaan bahwa Tuhan telah menetapkan adanya perbedaan laki-laki dan perempuan, sebingga perbedaan dalam kehidupan manusia pun diatur berdasarkan perbedaan tersebut.
Determinise biologis juga telah memperkuat pandangan tersebut. Artinya. karena secara biologis perempuan dan laki-laki berbeda maka fungsi-fungsi sosial ataupun kerja dengan masyarakat pun di ciptakan berbeda. Laki-laki selalu dikaitkan dengan fungsi dan tugas di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melahirkan ada di dalam rumah, mengerjakan urusan domestik saja. Perempuan bertugas pokok membesarkan anak, laki-laki bertugas mencari nafkah. Perbedaan tersebut di pandang sebagai hal yang alamiah. Hal tersebut bukan saja terjadi dalam keluarga, tetapi telah melebar ke dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan sejarah manusia pada masa lalu telah menciptakan mithos – mithos hubungan antara pria dan wanita yang pada akhirnya menempatkan wanita pada posisi terbelakang atau underprivileged. Bebarapa pakar mencoba menggali akar histories dan akar structural dari masalah ini ( highlights of the Philippine Development Plan for Women, 1989-1992), yaitu: (1) adanya dikotomi maskulin/feminine peranan manusia sebagai akibat dari determinisme biologis, seringkali mengakibatkan proses marjinalisasi wanita, (2) adanya dikotomi peran publik / peran domestik yang berakar dari sindroma bahwa “peran wanita adalah di rumah”, yang pada gilirannya melestarikan pembagian antara fungsi reproduktif antara pria dan wanita, (3) adanya konsep “beban kerja ganda” (double burben) yang melestarikan wawasan bahwa tugas wanita terutama adalah di rumah sebagai ibi rumah tangga, cenderung menghalangi proses aktualisasi potensi wanita secara utuh, (4) adanya sindroma subordinasi dan peran marjinal wanita dalam masyarakat adalah sekunder.
Ketertinggalan wanita merupakan konsekuensi dari adanya stratifikasi sosial dan fungsionalisasi masing – masing strata sosial. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi kelompok yang dirugikan oleh sistem kehidupan yang berkembang di masyarakat. Perbaikan kedudukan wanita menuntut tindakan – tindakan konkret pada tingkat nasional, lokal dan keluarga di samping perubahan sikap dan peran pria dan wanita. Kemajuan wanita bukanlah sekedar permasalahan sosial, tetapi harus dilihat sebagai komponen yang esensial dari semua dimensi pembangunan. Oleh sebab itu untuk mengubah pandangan bahwa wanita adalah sekedar “konco wingking” dan “penerus keturunan” diperlukan suatu program untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya perempuan.
Tujuan Pembangunan menurut Seers (Sudjana, 2000) menitikberatkan pada tiga hal, yaitu: mengurangi kemiskinan, menanggulangi pengangguran, dan mengatasi ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Banyak ketidakadilan terjadi di masyarakat, salah satunya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Pada dasarnya tujuan pembangunan itu adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Hal tersebut, dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan, yaitu dengan meningkatkan kualitas manusianya, sehingga mereka mampu mengatasi persoalan yang mereka hadapi, khususnya kaum perempuan.
Pemberdayaan bertujuan untuk memberikan daya/kekuatan dari ketidakadilan. Daya atau kekuatan yang dimaksud di sini bukan bentuk penguasaan atas orang lain tetapi suatu rasa kekuatan batin dan kepercayaan untuk menghadapi hidup, hak untuk menetapkan pilihan-pilihan sendiri dalam hidup, kemampuan untuk mempengaruhi proses-proses sosial yang mempengaruhi kehidupannya. Selanjutnya dengan daya/kekuatan tersebut, diharapkan mereka mampu mengatasi persoalan yang dihadapi. Ada empat hal yang dilakukan dalam pemberdayaan, yaitu: (1) Self Awareness, membantu menemukan sesuatu yang berarti baginya, (2) Vision Crafting, membantu menumbuhkan potensi yang dimiliki, (3) Mental Clearing, membantu menyehatkan dan membentuk kembali keyakinan dalam menghadapi rintangan yang akan datang, dan (4) Manifestation, membantu memahami keterampilan yang mendatangkan keuntungan bagi seseorang (Gershon & Straub,2004).
Salah satu cara upaya pemberdayaan perempuan adalah melalui pendekatan pendidikan. Pendidikan nasional yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (ps. 3 UU No. 20 th. 2003). Pendidikan tersebut dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Salah satu program pendidikan yang sekarang mendapatkan perhatian adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills), yaitu program pendidikan yang memberikan kecakapan personal, sosial, intelektual, dan vokasional kepada peserta didik yang dapat dijadikan bekal untuk bekerja atau usaha mandiri.
Di Desa Kemantren Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora masyarakat keturunan Samin hidup selayaknya warga biasa. Mereka bercocok tanam cabai, jagung, kacang tanah, padi dan lain sebagainya karena bagi masyarakat samin pekerjaan pokok adalah bertani, orang-orang Sikep ( samin ) tidak antisekolah. memang, ketika Belanda masih bercokol mereka menolak istitusi sekolah. Sekolah dianggap menciptakan bendoro (kaum elitis) dan bukan lagi rakyat (kawulo). Mereka beranggapan bahawa "Kalau sudah sekolah akan menjadi antek Belanda," .
Ketika Belanda pergi, ajaran lisan mereka masih tetap diturunkan. "Ana tulis tanpa papan, ana papan sakjeroning tulis," yaitu menggambarkan ajaran itu ditularkan lewat ucapan disertai contoh keseharian. Salah satu hal yang bisa dicontoh dari ajaran Sikep adalah kesederhanaan, dalam manajemen keluarga, orang-orang Samin lebih teliti dibandingkan dengan non-Samin. Mereka tidak membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak perlu, selain itu masyarakat samin juga terkenal dengan kejujuran dan kerja keras yang merupakan nilai positif yang masih dipegang teguh oleh keturunan Samin. Walaupun kalau dirunut ke belakang, sulit diketahui bagaimana wujud penentangan terhadap Belanda itu lantas mengalami metamorfosa menjadi nilai-nilai positif yang masih berlaku hingga kini. Kadang dipegang dan diterapkan secara kaku, terlalu idealistis, bagai tak berkompromi dengan pandangan masa kini. Faktor itu yang masih sering disalahartikan oleh orang-orang yang tidak senang.
Dalam tata kehidupan masyarakat samin, perempuan hanya dipandang sebagai konco wingking yang memiliki tanggungjawab penuh terhadap rumah tangga. Kodrat perempuan sebagai makhluk yang lemah yang memiliki tugas untuk melahirkan, mengurusi domestik rumah tangga dan membesarkan anak, sangat dipegang teguh oleh masyarakat samin. Hal ini mengakibatkan kondisi sosial perempuan samin menjadi terbelakang dan tidak pernah tahu yang namanya pendidikan, karena menurut kepercayaan mereka pendidikan yang terpenting adalah pendidikan di dalam keluarga.
Melihat kondisi tersebut perlu dilaksanakan penanganan pemberdayaan perempuan masyarakat samin yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki, sehingga upaya pendidikan kecakapan hidup perempuan yang dilakukan tidak berbenturan dengan keluarga dan kondisi sosial masyarakat khususnya adat istiadat kaum samin,
Pengembangan di bidang pendidikan dan kewirausahaan diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki yang salah satunya adalah melalui program life skills responsif gender. Tujuan penyelenggaraan pemberdayaan perempuan melalui life skills responsif gender adalah membuat perempuan menjadi berdaya atau mempunyai daya dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin dalam program life skills yang menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, keberadaan dan potensi perempuan dan laki-laki, baik yang berkaitan dengan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dalam kegiatan belajar dan usaha. Dengan penyelenggaraan program pemberdayaan perempuan samin maka diharapkan kualitas hidup mereka menjedi lebih terangkat.